Oleh: fat

Bunda, mengapa aku tak bisa melihat?
Walau aku punya kedua mata yang diimpikan si buta

Ayah, mengapa aku tak bisa mendengar?
Bisikan halus itu meminta, namun si tuli mendengarnya
Sedang aku hampa

Bunda, badanku tak bisa bergerak
Aku merasa lumpuh

Katakan, apa yang terjadi padaku, Bunda

Hati ini terasa begitu sesak
Hampir mati aku merasakannya

Deg.

Peluh lesu menetes dari dahi si tua diantara tumpukan kotor dan bau
Aku tak bisa melihatnya, semua buram

Deg.

Kucing tua lusuh yang terpincang di pojok jalan
Aku tak bisa mendengarnya, terlalu berisik di dalam sini

Deg.

Bahkan si kecil perkasa itu memikul batang rotan dengan lelah

Seketika aku jatuh bersimpuh

Menangis, tapi tak satupun air mata menetes
Berteriak, namun tak ada suara yang sampai

Tolong aku, Ayah, Bunda

Jika menjadi manusia seperti yang ada harus sesulit ini
Aku memilih menjadi binatang jalang Chairil Anwar

Aku menutup mata bukan karena tak bisa melihat
Tak acuh pada setiap asa yang menatap pengharapan

Aku menutup telinga bukan karena tak bisa mendengar
Tak acuh pada suara yang meminta menoleh

Aku menahan langkah bukan karena tak bisa bergerak

Begitu sakitnya hati ini mencoba mati
Sakit karena berhenti peduli
Lebih sakit lagi ketika tahu tak ada yang bisa dilakukan untuk peduli

Lalu, Ayah, Bunda, mengapa semua orang semudah itu menjadi manusia yang mati?