Oleh: dv

Persahabatan bukanlah sebuah kesempatan, tapi merupakan tanggung jawab yang manis. Tidak ada batasan waktu dan umur dalam menjalin sebuah persahabatan. Seperti keempat perempuan ini yang terlihat selalu bersama-sama yaitu Reina, Tania, Wendy, dan Sasha. Berawal dari pertemuan pertama mereka pada tahun 2016 saat ditempatkan dalam satu kamar asrama sekolah menengah atas yang sama di Surabaya. Hari-hari yang mereka lalui bersama terasa cepat dan menyenangkan. Sampai hari di mana mereka tidak akan pernah bisa melupakannya. Tidak tahu apakah kejadian ini dibilang bahagia, sedih atau tragis. Mereka harus kehilangan salah satu sahabat terbaik.

Cuaca pagi yang cerah dan suara riuh suka cita mengiringi hari kelulusan Sekolah menengah atas di Surabaya angkatan 2016. Murid laki-laki tampak menggunakan setelan hitam-putih dengan jas dan dasi, sedangkan murid perempuan dengan riasan baju kebaya. Kebahagian terpancar pada setiap wajah murid dan orang tua, perjuangan 3 tahun sekolah menengah atas telah selesai.

“Ehh.. kalian pada mau kuliah di mana nih?” tanya Wendy kepada teman-temannya.

“Aku kuliah di Malang aja Wen, gak jauh-jauh.” jawab Reina.

“Lahh sama dong, aku sama Tania juga kuliah di Malang. Kalau kamu Sha?”

“Aku ngikut kaliah ajalah hehehe..”

Semuanya terlihat normal dan tidak ada yang aneh. Setelah acara kelulusan selesai, Reina, Tania, Wendy, dan Sasha langsung pulang ke rumah masing-masing bersama orang tua mereka. Karena rumah Reina jaraknya lebih dekat dari sekolah daripada ketiga temannya, ia lebih dulu sampai. Sesampainya di rumah, Reina mengganti bajunya dan berbaring di dalam kamarnya. Ia mengambil ponselnya yang masih berada dalam tas kemudian melihat banyak sekali pesan dan notifikasi panggilan tak terjawab dari Wendy dan Shaha.

“Ada apa ya, kenapa perasaanku tidak enak” Reina bergumam pelan sambil membuka pesan satu persatu. Betapa terkejutnya dia mengetahui kabar jika mobil yang ditumpangi Tania dan orangtua nya mengalami kecelakaan dan semua meninggal di tempat termasuk Tania. Ia tidak menyangka sahabatnya itu pergi untuk selamanya padahal baru 1 jam yang lalu mereka tertawa bersama. Tak lama kemudian ponsel Reina berbunyi memperlihatkan panggilan masuk dari Sasha. Dengan cepat Reina langsung menerima panggilan Sasha.

“Tania Rei.. dia sudah gak ada” terdengar suara Sasha yang serak dengan isakan pelan.

“Jangan becanda Sha, masa temen sendiri dibilang gitu. Keterlaluan kamu ihh” Jawab Reina. Reina masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Teman yang sudah dianggap seperti saudaranya sendiri meninggal karena kecelakaan.

“Aku serius Rei. Sekarang aku sudah di rumah sakit dekat sekolah bersama Wendy.  Mobil Tania ditabrak bus sesaat setelah keluar dari sekolah”

“Apa tadi yang rame-rame dekat sekolah itu?”

“Iya Rei”

Tiga bulan telah berlalu namun hari di mana Tania kecelakaan dan pergi untuk selamanya masih teringat jelas di benak Reina, mungkin begitu juga dengan Wendy dan Sasha. Hari yang seharunya menjadi hari yang membahagiakan karena kelulusan mereka malah berubah menjadi hari yang menyedihkan.

Orientasi mahasiswa baru tinggal satu minggu lagi. Seharusnya mereka berempat bisa menikmati masa menjadi mahasiswa baru bersama seperti yang sudah diidam-idamkan, namun takdir berkata lain dan mengambil Tania terlebih dahulu.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, Reina memutuskan untuk tidur lebih awal. Baru beberapa menit yang lalu Reina memejamkan mata, ia sudah bermimpi dan seperti berada di suatu tempat yang rindang dengan banyak bunga-bunga liar yang tumbuh. Tapi ada seseorang yang membuat Reina tidak bisa mengalihkan pandangannya, di sana di tengah-tengah hamparan bunga Tania tengah tersenyum padanya. Tania terlihat mengenakan dress kesukaannya saat masih hidup berwarna putih dengan renda-renda disekitar pundaknya dan karangan bunga yang tersemat di kepalanya.

“Rei..”

Sebuah suara mengejutkan Reina yang terfokus pada Tania dan langsung menoleh ke samping bersamaan saat pundak kanannya ditepuk pelan, ternyata Wendy dan Sasha juga ada bersamanya. Mereka berdua tersenyum dan entah kenapa mereka semua juga memakai dress putih yang sering mereka pakai saat ke pantai bersama-sama dulu. Kemudian Wendy dan Sasha berjalan ke tempat Tania berada terlebih dahulu dengan penuh bahagia dan Reina pun mengikuti mereka.

“Aku merindukan kalian” ucap Tania.

Reina terpaku, Rindu yang selama ini Reina rasakan seperti menguap begitu saja setelah mendengar suara Tania. Melihat bagaimana mereka berempat bisa berkumpul kembali seperti dulu.

“Rei kenapa diam saja disitu, ayo ke sini..” Tania menarik tangan Reina pelan supaya ikut duduk berkumpul bersama mereka. Reina tersenyum senang lantas mengindahkan ajakan Tania.

“Hehe maaf ya. Aku masih loading nih” gurau Reina pada Tania. Reina ingat betul bahwa Tania sudah meninggal namun saat melihatnya sekarang, semuanya terasa nyata seperti dulu. Reina tidak ada perasaan takut sama sekali saat melihat Tania bahkan sebaliknya, ia ingin selalu bersama berkumpul berempat.

“Bagaimana dengan kuliah kalian? Sudah hampir masuk ya ?” tanya Tania.

“Ya begitu lah Tan, gak seru gak ada kamu” jawab Sasha yang sambil cemberut dan langsung diiyakan Wendy.

“Maaf aku gak bisa sama-sama kalian lagi. Aku juga kesepian di sini sendiri.”

“Jangan bilang demikian Tan, ada kami di sini” Reina langsung memeluk Tania disusul oleh Wendy dan juga Sasha. Perasaan hangat kembali terasa seperti dulu saat Tania masih hidup.

“Tapi kita berbeda” jawab Tania sedih sambil melepaskan pelukan dari kami.

“Tidak peduli kita berbeda atau tidak, kau tetap teman kami Tania” Wendy mencoba meyakinkan Tania dengan menggenggam kedua tangan Tania erat. Kami terdiam beberapa saat hingga akhirnya saling tertawa lepas. Kami pun bermain melontarkan candaan yang sering kita lakukan saat Tania masih hidup hingga tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Tania kemudian memetik bunga mawar putih yang ada dekat dari tempat ia duduk dan memberikannya pada Reina.

“Aku akan selalu bersama kalian sebelum matahari terbit.” ucap Tania sebelum akhirnya Reina langsung terbangun dari tidurnya. Reina melihat ke sekeliling kamar yang mulai terang karena cahaya matahari yang mencoba masuk melalui cela-cela jendela.

“Sudah pagi” Reina mengingat-ingat kembali apa yang terjadi di dalam mimpinya barusan dan terasa begitu nyata. Ia pun menghela nafas pelan dan ingin beranjak dari ranjangnya. Namun ada sesuatu di genggamannya yang membuat Reina penasaran dan lantas melihatnya, ternyata sebuah mawar putih yang ia ingat diberi oleh Tania dalam mimpi. Reina terdiam, yang terjadi semalam sebenarnya sebuah mimpi atau kenyataan.