Oleh: Sha

“Terimakasih, Pak.”

“Terimakasih, Bapak. Selamat pagi.” 

Begitulah suasana kelas pagi ini yang menjadi pertemuan terakhir sebelum ujian tengah semester dimulai hari Senin depan. Entah sudah berapa ratus kali aku mendengar kalimat itu di setiap harinya. Aku menurunkan bahuku, tidak setegak sewaktu kelas tadi. Aku memperhatikan sticky note yang tertempel rapi di dinding depan meja belajarku, seperti daftar pesanan makanan yang menunggu diantarkan kepada pembelinya. 

“Baiklah aku akan mengerjakannya, tapi izinkan aku tidur sebentar,” ucapku dalam hati kepada diriku sendiri sembari melirik ke arah jam dinding pemberian dari sahabatku yang sudah lama aku tidak mendengar kabarnya. 

Masih jam 9, aku bisa beristirahat sebentar. Aku segera merapikan meja belajarku kemudian berjalan ke arah tempat tidurku, tempat ternyaman selama kuliah online ini. Aku sangat mengantuk karena malam tadi aku begadang mengerjakan tugas yang dikumpulkan hari ini.

Sudah lima belas menit aku masih belum juga bisa terlelap. Mataku mengantuk, tetapi sepertinya diriku tidak mengizinkanku tidur. Ini karena isi pikiranku dipenuhi dengan tugas-tugas yang menunggu untuk dikerjakan. 

“Melelahkan menjadi deadliner, setelah ujian tengah semester berakhir aku tidak ingin begini lagi,” gumamku. 

Kebiasaan ini baru saja ada di dalam diriku. Ya, di semester ini. Tidak perlu menunggu waktu lama untuk beradaptasi dengan sifat ini karena bisa membuat aku lebih santai walaupun selalu saja deg-degan ketika sadar kalau waktu pengumpulan akan berakhir. Tapi, entah kenapa semakin lama aku menjadi deadliner, bukannya mengurangi beban pikiranku, tetapi malah sangat menggangguku. Aku menjadi lebih sulit tidur nyenyak karena tugas selalu saja terngiang-ngiang di kepalaku. Bahkan, aku sering bermimpi buruk kalau aku terlambat mengumpulkan tugas. Makanya, aku mulai bertekad akan kembali seperti sebelumnya. Aku tidak akan menjadi deadliner lagi, walaupun entah kapan aku harus kembali.

Karena sampai sekarang aku tak juga bisa tidur, akhirnya aku menyerah dan memilih untuk mandi. Keramas membuatku lebih segar dan menghilangkan rasa kantukku tadi. Aku mengeringkan rambutku, kemudian sarapan dengan lauk dan nasi yang sudah disiapkan Ibu sebelum berangkat kerja. Aku melahap makananku dan dengan cepat menghabiskannya. Setelah mencuci piring dan menyikat gigi, aku melanjutkan rutinitasku seperti biasa. Ya, “nugas”. Sekarang nugas sudah menjadi temanku sehari-hari, karena ia selalu ada menemaniku sehari semalam. Sekarang aku sudah siap dan menatap kembali layar laptopku, kemudian mulai mengerjakannya. 

Tidak terasa sudah dua jam aku duduk manis dan melahap dua tugas sekaligus. Setelah selesai, aku bergegas mengumpulkannya di Google Classroom, karena waktu pengumpulan tersisa 15 menit. Punggungku sudah terasa penat, jadi aku memutuskan untuk melakukan peregangan sedikit, kemudian lanjut mengerjakan tugasku yang terakhir sebelum aku mulai mempersiapkan ujian tengah semester nanti.

“Huh, melelahkan,” gumamku sebal. 

Tetapi tidak ada waktu untuk menunda lagi, karena tugas mata kuliah kali ini lumayan banyak dan sudah terlalu mepet deadline. Waktu menunjukkan pukul 12.28. Azan zuhur berkumandang dari musala dekat rumahku. Aku melepas pena yang mulai tadi sudah menempel di antara ibu jari, jari telunjuk, dan tengahku. Aku mengambil air wudu untuk salat. Setelah selesai, aku melipat mukenaku dan makan siang sebentar untuk mengisi energi yang sudah dikuras oleh tugas-tugas itu. Perutku sudah kenyang dan aku kembali mengerjakan tugasku tadi.

Senja sudah menampakkan dirinya. Akhirnya aku selesai berurusan dengan tugas-tugas mengerikan ini. 

“Akhirnya…..” ujarku kemudian menghela napas panjang sebagai tanda perjuangan seorang deadliner sudah berakhir untuk hari ini. 

Semua tugas sudah selesai dikerjakan, dengan begitu sticky notes yang menempel di dinding berkurang satu. Aku tersenyum sebentar, kemudian kembali mendatarkan bibir ketika tersadar kalau ujian tengah semester sudah terlalu dekat sedang aku belum menyiapkan untuk itu. Waktu sudah mau magrib, aku segera mandi sebelum azan berkumandang.

Aku menatap sekeliling kamarku. Rasa bosan dengan pemandangan yang ada membuatku sulit untuk membangkitkan mood belajarku. Kalian pasti bertanya, Kenapa tidak mencari suasana baru? Misal ke ruang tamu atau ruang manapun itu? Ya ya ya, sudah aku coba kok. Tapi itu tidak membuat mood-ku naik. Justru membuat mood-ku jadi lebih berantakan. Di sudut rumah mana pun, adikku pasti akan menemuiku dan terus-terusan mengajakku bermain. Kalau tidak, mereka akan terus menggangguku. Mereka? Iya, aku punya dua adik kembar berumur empat tahun. Mereka selalu memaksaku bermain. Kalau tidak, aku akan dijaili oleh kelakuan mereka. Itulah alasanku untuk tetap bertahan diri di kamar.

Tumpukan buku dan lembaran kertas menghiasi meja belajarku malam ini. Aku harus mempelajari materi dari awal, karena selama ini aku hanya belajar ketika tugas diberikan. Parahnya lagi aku sering sekali menunda-nunda waktuku untuk mengerjakan tugas itu. Dan pada akhirnya, tidak ada pelajaran yang masuk di otakku. Baru tiga puluh menit mulai belajar, kelopak mata ini sudah tidak mampu lagi bertahan, seperti ada beban berat yang memaksa mata ini terpejam.

Cahaya-cahaya pagi menyelinap memasuki jendela kamarku. 

“Oh tidak! Jam berapa ini?” aku terkejut ketika menyadari sudah jam 8 pagi, sedangkan ujian dimulai pukul 7 pagi. 

Itu artinya aku sudah melewatkan satu jam ujianku. Aku bergegas menyalakan laptopku sambil memeriksa handphone-ku. Sepuluh panggilan tidak terjawab. 

“Ca, lo kemana? Ujian udah mau dimulai.”

“Ca, bangun woi!”

“Ca, plis lah ujian pertama ni!” banyak panggilan dan pesan dari sahabatku, Salsa. 

Aku membuka link meet yang biasa digunakan waktu kelas. Ternyata aku sudah tidak bisa masuk lagi karena ujian telah berlangsung dan dosen tidak memberikan toleransi untuk keterlambatan, apalagi saat ujian ini. Aku hanya bisa menangis, entah bagaimana nilaiku di mata kuliah ini. Ah, aku menyesal sekali. Aku tertunduk di meja belajarku. Air mataku mengalir deras, mencemaskan apa yang akan terjadi nanti.

Suara pintu kamar terbuka. Ada seseorang yang masuk kemudian mengusap punggungku. 

“Kakak, ini makan malamnya. Nanti kebiasaan gak makan malam.” 

Aku mendengar suara lembut Ibu masuk ke telingaku. “Kak, bangun, makan dulu yuk. Ibu bawain nasi goreng kesukaan Kakak,” kata Ibu. 

Pelan-pelan mataku terbuka dan menyadari ini sudah malam. Aku merasa ada yang aneh, tetapi apa? Aku masih memikirkan apa yang terjadi tadi. 

“Bu, aku gak ikut ujian tadi pagi,” ucapku sambil menahan air mata. 

“Kok bisa, Kak?” tanya Ibu. 

“Aku telat bangun, Bu. Jadinya aku gak bisa ikut ujian lagi,” jawabku lagi. 

“Bukannya ujiannya dimulai hari Senin ya, Kak?” tanya Ibu sambil tertawa. 

“Iya, Bu. Hari ini hari Senin, kan?” jawabku. 

“Sekarang cuci muka dulu deh, biar gak kebawa mimpi. Hari ini masih hari Jumat sayang,” jawab Ibu masih tertawa melihat tingkah laku anaknya. 

“Hah?” aku segera membuka handphone dan melihat hari ini. 

“Oh iya, Bu. Hari ini hari Jumat. Syukurlah,” ucapku malu. 

“Yaudah, kamu makan dulu isi tenaga, baru lanjut belajarnya,” kata Ibu kemudian meninggalkan kamarku. 

Ternyata aku tertidur dan bermimpi buruk. Setelah mimpi itu, aku berusaha agar tidak menunda setiap tugasku lagi. Usaha itu membuat diriku menjadi lebih semangat dan mengubah pola hidupku terutama jam tidurku menjadi lebih baik. Aku tahu, kuliah online itu berat. Tidak semua orang siap menghadapi hal ini. Tugas datang hampir selalu bersamaan, tidak jarang deadline-nya kejar-kejaran. Tapi, mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus berusaha untuk memaksimalkan setiap apa yang bisa kita lakukan saat ini dan melakukannya dengan usaha yang terbaik walaupun dengan keterbatasan. Dan satu lagi, jangan pernah mengubah pola kebiasaan positifmu dengan sesuatu yang kurang baik, soalnya itu akan sangat melelahkan. Tetap semangat kuliahnya kawan!