Judul buku : Sultan Agung
Penulis : Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad
Penerbit : Araska Publisher
Tahun terbit : 2019
Jumlah halaman : 296 halaman

Buku ini menceritakan ambisi Sultan Agung untuk menaklukkan sebagian besar wilayah Jawa dan karya-karya monumentalnya. Beberapa karya yang dihasilkan oleh Sultan Agung adalah Sastra Gendhing, kalender Jawa, serta bahasa Bagongan yang hingga saat ini masih dipakai oleh sebagian besar masyarakat suku Jawa, khususnya di daerah Surakarta. 

Sultan Agung adalah raja dari Kerajaan Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1646. Ambisinya untuk mempersatukan Pulau Jawa dimulai dari menaklukan daerah sekitarnya, kemudian menjangkau daerah yang lebih jauh.  Di samping itu, perhatian dan gerakan ekspansi Mataram diarahkan pula ke barat yaitu ke daerah Jawa Barat. Sayangnya, keinginan Sultan Agung untuk menguasai seluruh Jawa tidak sepenuhnya dapat terwujud. Hal tersebut dikarenakan adanya dua kekuatan yang belum bisa dikuasai Sultan Agung yaitu wilayah Banten dan Batavia. Kedua kekuatan tersebut menjadi batu sandungan bagi Sultan Agung untuk mewujudkan cita-citanya. Dari dua kekuatan tersebut, hadirnya VOC yang saat itu sebagai penguasa di Batavia menjadi kendala terbesar bagi Sultan Agung.

Dalam buku ini juga diceritakan tentang kekalahan Mataram atas Batavia pada tahun 1629 yang disebabkan menurunnya semangat juang pasukan Mataram karena kehabisan bahan makanan. Persediaan makan yang ada di Tegal dan Cirebon dihancurkan dan dibakar oleh kompeni, sehingga pasukan Mataram menderita kelaparan hingga beberapa diantaranya meninggal dunia. Banyak prajurit Mataram kemudian meninggalkan medan perang untuk mencari makanan ke hutan-hutan. Keadaan ini diperparah dengan ditolaknya permintaan bantuan bahan makanan kepada Banten. Berhubung dengan masalah kekurangan bahan makanan tidak dapat diatasi, tak ada jalan lain yang dapat ditempuh oleh Sultan Agung selain harus menarik mundur pasukan Mataram dari medan perang.

Selain kepiawaiannya dalam memimpin kerajaan dan menguasai strategi perang, buku ini juga menceritakan keahlian Sultan Agung dalam membuat karya seperti Sastra Gendhing yang berisi ajaran moral agar manusia dapat mengenal Sang Pencipta dan melakukan perbuatan yang bermanfaat, kalender Jawa yang sampai saat ini digunakan untuk menentukan tanggal menikah, membeli rumah, dan sebagainya sebagai kebiasaan suku Jawa yang masih terjaga, serta bahasa Bagongan yang digunakan untuk obrolan yang lebih santai.

Secara garis besar, buku ini menceritakan kronologi kejadian penting semasa kepimpinan Sultan Agung, cerita kehidupan Sultan Agung di Serat Centhini, juga teks Jawa serta terjemahan Indonesia Sastra Gendhing yang ditulis oleh Sultan Agung. Buku ini dapat membuat pembaca mengenal lebih jauh mengenai sosok Sultan Agung dan masa Kerajaan Mataram Islam yang sekilas telah pembaca kenal pada masa sekolah dulu.  Selain itu, dengan membaca buku ini, pembaca akan mengerti alasan di balik pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Sultan Agung dan dapat ikut merasakan kecerdasan dalam menganalisis strategi perang. 

Meski begitu, kekurangan dari buku ini adalah pembaca akan sangat sulit memahami maksud dari Sultan Agung dikarenakan kisah Sultan Agung tidak diceritakan secara jelas oleh penulis dan penulis  banyak memberi komentar pribadi yang cenderung kontra terhadap sikap yang diambil oleh Sultan Agung.(bhf)