Oleh: dv

Pagi itu, udara terasa sejuk dan jalanan yang terlihat basah akibat hujan semalam. Para ibu rumah tangga mulai berkerumun menghampiri tukang sayur untuk membeli keperluan pangan mereka. Bunga-bunga pun terlihat segar dan bermekaran. Sungguh suasana pagi hari yang indah dan damai tanpa firasat apapun. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bersiap-siap untuk pergi kuliah di universitas impianku dengan penuh semangat karena ini adalah masa-masa di mana aku menjadi mahasiswa baru.

“Ris.. Ayo sarapan dulu. Ini mama masakin makanan kesukaan kamu.”

Apakah ini kebetulan atau ini dalam mimpi, baru semalam aku bermimpi sebelum pergi kuliah Mama siapkan makanan kesukaanku dan ucapannya pun sama persis. Sekelebat potongan-potongan bagian dari mimpiku semalam mulai terngiang. Namun, Ah sudahlah pikirku, mungkin ini cuma kebetulan. Segera kupercepat memasukkan buku-buku ke dalam tas ranselku dan menghampiri Mama yang sedang menata makanan ke atas meja.

“Wah, ada acara apa nih Ma? Tumben masak banyak.”

Seruku sambil mengambil satu piring kemudian mengambil nasi secukupnya. Kulihat ada banyak macam-macam makanan yang mana itu semua makanan kesukaan aku. Meski sebagai anak tunggal, aku dididik untuk tidak manja termasuk dengan makanan. Namun pagi itu, Mama menyiapkan semua makanan yang aku suka. Sedikit heran namun aku tidak berani untuk menanyakan alasannya lebih lanjut. Biarlah mungkin Mama hari ini dalam kondisi yang baik.

“Harus makan yang banyak ya Ris biar kuat.”

“Iya Ma. Mama gak ikut sarapan?”

“Kamu saja yang makan. Mama sudah makan kok!”

“Ayah juga gak ikut sarapan bareng?”

“Ayah kamu sudah berangkat kerja pagi-pagi tadi.”

Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala untuk mengiyakan perkataan Mama dan melanjutkan kegiatan makanku. Terlihat dari sudut mataku jika Mama duduk tak jauh dari tempat aku duduk dan menatapku yang sedang makan dengan penuh arti. Sesekali aku menoleh ke arah Mama dan tersenyum bukti jika aku menyukai makanan yang dibuatnya, Mama pun ikut tersenyum senang. Setelah selesai makan, aku bangkit hendak mencuci piring seperti biasa namun ditahan oleh Mama dan lantas mengambil piring yang aku pegang.

“Biar Mama saja yang cuci. Kamu langsung berangkat kuliah saja biar nggak terlambat.”

“Tidak Ma, Riris saja yang cuci sendiri.”

“Riris.. Ini permintaan Mama loh!”

“Iya deh Ma,” jawabku kemudian meraih tas yang kuletakkan di dekat meja tempat aku makan kemudian berpamitan pada Mama.

“Riris berangkat dulu ya Ma!”

Aku meraih tangan kanan Mama dan bersalaman mencium punggung tangan Mama. Tanpa diduga, mama tiba-tiba memelukku erat seperti enggan untuk berpisah dan mencium kedua pipi ku serta keningku. Cukup aneh karena Mama jarang seperti ini bahkan ketika aku pergi ke pondok dulu saat SMA mama tidak memeluk dan menciumku seperti ini.

“Mama kenapa sih? Kan Riris Cuma mau berangkat kuliah. Nanti sore juga pulang.”

Ucapku seraya mencoba melepaskan pelukan dari Mama. Aku melihat tatapan Mama berbeda dengan yang sebelumnya, seperti ada kesedihan di sana. Mama hanya tersenyum meski sangat terlihat jika itu dipaksakan dan melepaskan pelukannya dariku.

“Tidak ada apa-apa Ris. Mama hanya merasa kurang enak badan, nanti juga sembuh. Hati-hati di jalan ya!”

“Hmm iya Ma. Riris berangkat dulu ya. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Ketika langkahku baru sampai di pagar rumah, aku mendengar sesuatu jatuh dengan keras dari dalam rumah. Seketika aku membalikkan badan dan pandanganku tertuju pada Mama yang sudah jatuh tergeletak memejamkan mata di posisi yang sama seperti tadi. Aku langsung berlari menghampiri Mama dan melupakan niatku untuk pergi kuliah. Panik, takut, cemas, dan khawatir langsung menyeruap di hatiku. Dan ternyata itu saat terakhirku bersama Mama.

Seiring hari-hari berlalu tanpa terasa sudah setahun sejak Mama meninggalkan kami. Kehangatan Mama masih terasa ada di sekitarku meski hanya berupa kenangan-kenangan yang tidak mungkin aku lupakan. Untuk beberapa alasan, Mama hadir di dalam mimpiku mengobati rasa rindu yang terdalam. Jika mungkin, biarkan waktu berhenti di sini di dalam mimpi dan hanya cahaya cinta Mama lah yang bersinar. Mama adalah segalanya bagiku. Dia bagaikan pahlawan dalam hidupku yang tanpa sempat aku balas segala kebaikan dan jasanya.