Di sudut kamar jemariku menari
Berdansa di atas piano memainkan sebuah nada harmoni
Nada indah yang berayun di lorong – lorong telingaku
Harmoni yang menjadikan bayanganmu serasa begitu nyata dimataku
Melodi yang menghempaskanku ke dalam satu masa,
masa yang katanya bernama kenangan,
masa yang bagiku masih menjadi ingin dan angan

Di sana aku melihat kita merebah menatap langit malam
Menyaksikan jutaan bintang gemerlap,
menikmati desiran dingin angin yang seketika menjadi hangat
Menatap sebuah dunia yang kuyakini sebagai jelmaan surga
Hanya aku dan kamu, hanya ada kita

Kita sedang mencoba memahami isi hati masing – masing
lalu terkesiap karena puluhan bintang jatuh
Tanpa sadar memejamkan mata,
seraya lirih mesra memanjatkan doa
Dengan harap bahwa para malaikat sedang ikut mengaminkan,
kemudian Tuhan akan bermurah hati untuk mengabulkan

Saat aku mengepalkan tangan aku berharap,
aku dan kamu akan selamanya menjadi kita
Tapi saat kamu menengadahkan kedua tangan,
aku hanya menebak – nebak doa apa yang sedang kamu rapalkan

Kini segalanya berubah jadi semu
Kita, tak pernah sampai pada titik temu
Apakah kita merapal doa yang tak sama?
Tuhanmu, Tuhanku, atau memang salah kita yang terlalu memaksa?
Andai saja…rosario dan tasbih tak pernah dianggap berbeda…

(/AB)