Di artikel kali ini, kita akan membahas sebuah istilah baru di dunia software development yang disebut Vibe Coding, sebuah tren pengembangan perangkat lunak yang menggunakan code editor yang terintegrasi secara penuh dengan model kecerdasan buatan. Namun, sebelum itu, kita akan membahas sejarah munculnya istilah ini sejak AI mulai populer di dunia pengembangan software.

Latar Belakang: AI dan Perubahan Cara Programmer Bekerja

Pada tahun 2020, sebuah perusahaan penelitian Artificial Intelligence (AI) bernama OpenAI merilis sebuah Large Language Model (LLM) yang menjadi terobosan besar di dunia kecerdasan buatan dan memicu gelombang inovasi di berbagai industri.

Model tersebut adalah GPT-3, versi lanjutan yang lebih cerdas dibandingkan model sebelumnya yang dikembangkan oleh OpenAI. Model ini tidak hanya menarik perhatian komunitas teknologi, tetapi juga khalayak umum yang sehari-harinya bahkan tidak berkecimpung di dunia komputer.

Seiring waktu, model AI berkembang pesat. Hingga tahun 2025, ChatGPT telah dikenal luas dan digunakan untuk berbagai keperluan. Perusahaan lain pun turut mengembangkan LLM mereka sendiri, seperti Gemini (Google), Claude (Anthropic), Deepseek AI (Deepseek), dan Grok (X).

Ketika membahas perkembangan AI, salah satu sektor industri yang selalu berada di garis terdepan dalam menguji performa model-model ini adalah sektor software development atau pengembangan perangkat lunak.

Awalnya, para programmer hanya berinteraksi dengan model AI melalui web interface untuk mencari solusi atas masalah dalam kode mereka. Namun, kini, sudah banyak code editor yang terintegrasi sepenuhnya dengan AI. Editor ini tidak hanya mengedit kode dan mendeteksi error, tetapi juga memahami konteks proyek, membaca dokumentasi online, dan menjalankan perintah langsung di terminal.

Apa itu Vibe Coding?

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Andrej Karpathy, mantan Direktur divisi AI di Tesla. Dalam sebuah cuitan di platform X, ia menggambarkan sebuah cara baru dalam mengembangkan perangkat lunak yang sangat mengandalkan AI di dalam code editor:

“There’s a new kind of coding I call “vibe coding”, where you fully give in to the vibes, embrace exponentials, and forget that the code even exists. It’s possible because the LLMs (e.g. Cursor Composer w Sonnet) are getting too good. Also I just talk to Composer with SuperWhisper so I barely even touch the keyboard. I ask for the dumbest things like “decrease the padding on the sidebar by half” because I’m too lazy to find it. I “Accept All” always, I don’t read the diffs anymore. When I get error messages I just copy paste them in with no comment, usually that fixes it. The code grows beyond my usual comprehension, I’d have to really read through it for a while. Sometimes the LLMs can’t fix a bug so I just work around it or ask for random changes until it goes away. It’s not too bad for throwaway weekend projects, but still quite amusing. I’m building a project or webapp, but it’s not really coding – I just see stuff, say stuff, run stuff, and copy paste stuff, and it mostly works.” – Andrej Karpathy di platform X

Karpathy menyoroti bagaimana AI yang semakin canggih dalam code editor seperti Cursor dan Windsurf memungkinkan programmer berinteraksi secara natural, meminta perubahan tanpa menulis kode secara manual.

Pengaruh Vibe Coding

Seiring popularitasnya, istilah ini semakin sering digunakan oleh para programmer di platform X, terutama oleh mereka yang sehari-harinya bekerja dengan code editor berbasis AI. Beberapa tech influencer juga turut meramaikan trend ini, termasuk Pieter Levels, seorang AI software engineer dan entrepreneur terkenal.

Pieter Levels bahkan mengadakan Vibe Coding Game Jam, kompetisi di mana peserta harus membuat game dengan minimal 80% kodenya dihasilkan oleh AI. Hal ini menunjukkan bagaimana tren Vibe Coding mulai diadopsi dalam berbagai proyek kreatif.

https://x.com/levelsio/status/1901660771505021314

Tidak hanya di platform X, istilah ini pun mulai merambah ke komunitas pemrograman yang lebih luas, termasuk forum diskusi, video tutorial di YouTube, dan bahkan kursus online yang membahas metode pengembangan perangkat lunak berbasis AI.

Namun, seperti inovasi lainnya, Vibe Coding memicu perdebatan di kalangan komunitas teknologi. Para pendukungnya melihat ini sebagai revolusi dalam software development, yang membuat pemrograman lebih inklusif dan membuka kesempatan bagi siapa saja untuk mengembangkan perangkat lunak, terlepas dari tingkat keahlian mereka. Dengan AI yang semakin canggih, individu dengan sedikit pengalaman teknis pun dapat mewujudkan ide-ide mereka menjadi produk nyata.

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran serius terkait keamanan dan kualitas kode yang dihasilkan. Kalangan yang kontra terhadap trend ini menyoroti bahwa mengandalkan AI tanpa pemahaman mendalam tentang kode dapat menyebabkan perangkat lunak yang rentan terhadap eksploitasi dan sulit di-maintain. Mereka juga khawatir bahwa Vibe Coding dapat menurunkan standar dalam industri, dengan lebih banyak programmer yang hanya mengandalkan AI tanpa benar-benar memahami prinsip dasar pemrograman.

Kesimpulan

Vibe Coding adalah fenomena baru dalam dunia pemrograman yang memperlihatkan bagaimana AI semakin mendominasi proses pengembangan perangkat lunak. Dengan kelebihannya yang menawarkan efisiensi dan kemudahan, tren ini berpotensi mengubah cara bekerja programmer. Namun, tantangan dalam hal keamanan dan kualitas kode tetap menjadi perhatian utama. Penting bagi programmer untuk tetap kritis dalam mengadopsi tren ini dengan meninjau kode yang dihasilkan oleh AI dan tidak menerimanya secara mentah-mentah. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa AI benar-benar menjadi alat yang memperkuat kreativitas dan inovasi, bukan sekadar menggantikan peran manusia secara buta.