Oleh: R
Bagaimana jika sekonyong-konyong langkah takdir berkelok tajam sampai seluruh entitas harus mengatur ulang siasatnya? Manusia, penuh akan kompleksitas tanpa mengenal batas. Aku tahu benar segala diversitas akan memperkuat kalutnya utas. Tetapi, kenapa mereka cenderung menghindari kaum minoritas?
Memang, takdir tidak selenting gaya. Dia akan terus berjalan tanpa memberi acuh pada rengekan manusia terkait kejinya kedua tangan sang garis hidup. Manusia, kerap mengeluh walau di kala mereka menguras peluh. Manusia, lebih baik melingkupi zona aman menghindari tuduh, kendati lubuk hati sudah berkata bahwa ia tak patuh. Mereka tahu betul pahitnya hidup tidak dapat ditutup dengan senyum topeng yang meletup. Meski hati mereka berkata “jangan”, tapi tindakan yang dilaku berujar lain. Sampai kapan manusia akan terus mencela takdir, tanpa mengambil cermin sebelum menyindir?