Oleh: ro
Tetes hujan bergerak lebih cepat dibanding tiap-tiap roda kereta yang berjalan kian melambat. Perpisahan telah menjadi setiap detik waktu yang sungguh melelahkan.
Sebab tiap surat yang terkirim hanya berisi ribuan keresahan tanpa balasan.
Malam itu, kau berjanji menanti di sebuah ruang tunggu. Bersama pendar cahaya perapian yang membakar seluruh keheningan di keningmu. Di bawah dinginnya gugur daun dan hujan yang merekah, tawa kita kembali hanyut tanpa keraguan.
Dan setelah malam itu,
Kita tak lagi bertemu.
Tuntas bersama batas,
Hilang seiring waktu.
Waktu membawaku kembali ke kota ini. Menatap stasiun yang dingin hingga seberkas rasa di bawah bunga yang telah membeku.
Barangkali kau serupa antrian kereta panjang yang terus meninggalkanku semakin jauh di depan. Harapan yang tak merubah apa pun di setiap putaran jarum jam.
Kata-kata itu sudah berserakan menjadi abu yang melayang di tengah udara rindu. Tidak ada kelanjutan dari sebuah kalimat “saya rindu indahnya matamu” menjadi satu kesinambungan.
Seseorang telah bersandar pada kepemilikan hati yang merajai. Kerap mengingat tapi tidak dengan terkenang. Jangan salahkan jarak yang memang tercipta untuk memisahkan, sebab ia tidak mengetahui keterbatasan yang sudah membatasi antara waktu dan rindu.
Rindu itu datang mengetuk luar inti hatinya namun tidak akan pernah bisa memasuki karena batas sudah melarangnya.