Sutradara : Hanung Bramantyo
Didasarkan dari     : Miracle in Cell No. 7 oleh Lee Hwan-Kyong
Tanggal rilis           : 8 September 2022
Genre                    : Drama, komedi
Durasi                   : 145 menit
Negara                  : Indonesia

“Miracle in Cell No 7” merupakan remake dari film Korea Selatan dengan judul serupa yang dirilis 2013 silam.  Film ini menceritakan tentang seorang ayah bernama Dodo Rozak (Vino G. Bastian) yang memiliki keterbelakangan mental sehingga membuatnya bertingkah dan berperilaku seperti anak-anak. Meskipun begitu, ia sangat menyayangi putrinya, Kartika (Graciella Abigail dan Mawar de Jongh) dan berusaha menjadi ayah yang baik bagi putrinya. Dodo berjualan balon setiap hari untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Kartika tidak malu dengan kondisi ayahnya, bahkan ia yang lebih sering menjaga dan merawat sang ayah.

Hingga suatu hari, Dodo ditangkap dengan tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang gadis kecil bernama Melati. Dodo kesulitan membela dirinya karena keterbatasannya yang dimilikinya. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman mati. Ia ditempatkan dalam sel nomor 7 bersama beberapa narapidana lainnya (Tora Sudiro, Indro Warkop, Bryan Domani, Rigen Rakelna, dan Indra Jegel) di penjara.

Setelah mengalami berbagai peristiwa di penjara, Dodo akhirnya berteman dengan para napi di sel nomor tujuh. Para napi tersebut bahkan membantu dodo untuk menyelundupkan Kartika ke dalam sel. Kebahagiaan ayah dan anak ini juga dirasakan oleh para napi lain yang ada di dalam penjara. Melihat kasih sayang antara Dodo dan Kartika membuat para napi tersebut menjadi tersentuh. Mereka pun menjadi ragu akan tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan yang diberikan kepada Dodo.

Kesuksesan film ini tentu dilatarbelakangi oleh kelebihan-kelebihan yang terdapat didalamnya, diantaranya yaitu film ini mampu menghadirkan unsur komedi dalam beberapa adegan dengan nuansa emosional. Keberadaan jokes tersebut tidak mengganggu dan justru terkesan menetralisasi adegannya. Peran dari para napi dalam film ini mampu menghibur penontonnya karena merekalah yang menjadi sumber komedi dalam film ini. Kemudian, chemistry yang terjalin antara ayah dan anak dalam film ini juga sukses membuat hati kita hangat sewaktu menontonnya.

Namun, film ini juga bukanlah sebuah film yang sempurna. Masih terdapat sedikit kekurangan, yaitu pewarnaan setiap adegannya yang terlihat terlalu kuning seolah setiap tempat menggunakan lampu pijar. Selain itu, beberapa adegannya juga ada yang tidak sesuai dengan latar waktu utama ceritanya yang berlangsung pada 2002. Meskipun demikian, film ini tetap dapat dinikmati karena sejumlah kekurangan yang ada masih mampu tertutupi oleh kelebihan dari film ini.