Judul : I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki
ISBN : 978-623-7351-03-0
Pengarang : Baek Se Hee
Penerjemah : Hyacinta Louisa
Penerbit : PT. Haru Media Sejahtera
Tahun Terbit : 2019
Jumlah halaman : 236 halaman
Genre : self improvement
Harga buku : Rp99.000,- harga Pulau Jawa
Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu merasakan stres dan depresi hingga terbesit keinginan untuk mati tetapi hal itu terkalahkan oleh keinginan makan tteokbokki? Kamu memilih untuk menyerah atau makan dulu? Sedikit bimbang tapi itulah hal yang dirasakan oleh seorang penulis asal Korea Selatan, Baek Se Hee.
Baek Se Hee adalah penulis dari buku ini yang mengalami depresi berkepanjangan (distimia). Dia telah pergi ke berbagai psikolog maupun psikiater yang berbeda tetapi tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, ia menemukan rumah sakit yang cocok untuk pengobatannya pada tahun 2017. Buku ini juga merupakan catatan selama Baek Se Hee melakukan pengobatan dan sesi konsultasi dengan psikiaternya. Maka dari itu, di dalam buku ini kita akan melihat banyak dialog antara Baek Se Hee dengan sang Psikiater.
Di awal buku, kita akan disuguhkan oleh semua gejolak emosi sang tokoh utama yang sedang mengalami penurunan minat dan ketertarikan pada hal-hal normal yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Semakin hari Baek Se Hee merasa semakin rendah, kurang mampu memenuhi standar dirinya sendiri, menjadi semakin tidak produktif, dan selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Banyaknya perasaan yang berkecamuk dalam diri tokoh utama ini membuat para pembaca memahami konflik batin yang sebenarnya terjadi.
Namun, ketika sang penulis merasa sedih, ingin menangis, dan merasakan sebuah kekosongan di hatinya, lucunya saat itu juga ia tetap pergi untuk makan tteokbokki. Nikmatnya tteokbokki ternyata sudah membuat hatinya merasa hangat dan sedikit bahagia. Dari sinilah Baek Se Hee menyadari bahwa ternyata selalu ada hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang dapat memberikan sedikit kebahagiaan.
Dalam kasus Baek Se Hee, semangkuk tteokbokki merupakan sebuah kebahagiaan dan caranya untuk mencintai diri sendiri. Baek Se Hee mengajak kita untuk melihat sekitar bahwa mungkin sebenarnya ada banyak kebahagiaan kecil yang dapat membuat hari-hari manusia menjadi terasa lebih baik dan kita perlu untuk mensyukurinya.
Melalui catatan perjalanan serta berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Baek Se Hee, kita akan sadar bahwa sebagai manusia ada kalanya kita merasa down dan sedih. Bisa jadi ada banyak orang lain diluar sana yang mengalami masa yang lebih sulit daripada yang sedang kita hadapi. Oleh karena itu, kita tidak perlu terlalu memupuk diri dan berlarut dengan emosi negatif. Daripada bersedih, lebih baik mengingat hal sederhana yang bisa membuat kita tertawa dan menemukan kebahagiaanmu sekecil apapun itu.
Meskipun banyak pesan moral yang bisa kita dapatkan, buku ini masih terdapat sedikit kekurangan. Mengingat buku juga merupakan catatan selama Baek Se Hee melakukan pengobatan dan sesi konsultasi dengan psikiaternya sehingga akan ditemukan beberapa istilah-istilah kedokteran yang agak sulit dipahami bagi mereka yang tidak berkecimpung di dunia serupa. Selain itu, buku ini juga merupakan buku terjemahan sehingga terdapat beberapa kata yang memiliki makna yang sedikit ambigu karena mungkin ada beberapa kata yang masih sulit diartikan. Meskipun begitu, hal tersebut tidak mengurangi makna yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembacanya sehingga buku ini tetap dapat dinikmati dan secara keseluruhan inti dari buku tetap dapat tersampaikan dengan baik.