
Judul film: Joker
Sutradara: Todd Phillips
Perusahaan produksi: Warner Bros. Pictures
Pemeran: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz, dll
Tanggal rilis (Indonesia): 4 Oktober 2019
Komik: DC Comics
Durasi: 122 menit
Genre: Drama, Thriller
Bagi penikmat film dan komik superhero, khususnya karya DC Comics, pasti tidak asing dengan pemeran antagonis bernama Joker, yang tak lain adalah musuh bebuyutan dari pahlawan Gotham City, Batman. Karakter utama dalam film, Joker (Arthur Fleck), diperankan oleh Joaquin Phoenix. Film Joker yang dirilis di awal Oktober 2019 dengan rating R ini sempat menjadi perhatian utama di beberapa platform sosial media, karena dinilai dapat memicu berbagai emosi penonton; khususnya emosi negatif. Oleh karena itu, film ini dianggap menuai banyak kontroversi; baik dari adegan kekerasan yang dinilai terlalu vulgar, maupun keseluruhan isi cerita. Sampai-sampai beberapa orang memberi imbauan khusus bagi penonton yang memiliki isu kesehatan mental, agar menghindari menonton film Joker sendirian. Film ini menceritakan asal-usul kompleks dan pilu mengapa penjahat bernama “Joker” bisa tercipta di Gotham City yang dianggap sebagai kota keras dan penuh ancaman kejahatan.
Setting waktu film ini adalah pada tahun 1981, di mana Gotham saat itu penuh dengan kejahatan dan pengangguran, membuat beberapa orang harus kehilangan haknya bahkan menjadi kian terpuruk masalah finansialnya. Di tengah krisis kota, Arthur Fleck—nama asli Joker—bekerja menjadi seorang badut untuk bertahan hidup. Lantaran Arthur memiliki gangguan yang membuatnya tertawa di waktu yang tidak tepat, banyak rekan kerja yang tidak menyukainya dan menganggap Arthur aneh. Suatu hari, Arthur diserang oleh gerombolan anak muda saat tengah bekerja. Keesokan harinya, salah seorang rekan kerja Arthur yang bernama Randall, “meminjamkan” Arthur sebuah pistol dengan dalih perlindungan diri dari dunia luar yang keras. Namun, saat bekerja menghibur di rumah sakit anak-anak, pistol yang dibawa Arthur tanpa sengaja terjatuh, membuatnya harus dipecat dari kantor penyalur jasa badutnya melalui telepon.
Saat perjalanan pulang di kereta, Arthur yang masih mengenakan riasan badut, diserang oleh tiga lelaki mabuk dengan pakaian jas yang rupanya adalah pekerja bisnis di perusahaan Wayne. Arthur membunuh dua orang lelaki itu dengan pistolnya sebagai perlawanan, namun ia juga mengeksekusi satu lelaki lain yang berusaha kabur dari kereta. Pembunuhan ini dikecam oleh calon walikota, Thomas Wayne, yang menganggap mereka hanya iri kepada orang-orang yang lebih sukses, dan memanggil mereka sebagai “badut”. Demonstrasi terhadap orang kaya di Gotham pun meningkat, para demonstran pun memakai potret badut. Karena krisis ini, pemerintah mulai memotong dana, membuat Arthur tidak dapat berkonsultasi lagi di dinas sosial. Obat untuk penyakitnya pun tidak lagi Arthur dapatkan.
Arthur yang memiliki cita-cita sebagai komedian, memulai mencoba kariernya di sebuah klub. Namun sayangnya saat Arthur tampil, ia tertawa tak terkendali. Murray—yang merupakan komedian favoritnya—memutar video Arthur yang tertawa itu ke acara televisinya. Suasana hati Arthur kian kacau karenanya, dan Arthur pun sengaja membaca surat yang ditulis ibunya untuk Thomas Wayne. Di sana, Arthur membaca bahwa dia adalah anak kandung Penny Fleck (ibunya) dan Thomas Wayne. Namun, saat mencoba mengonfirmasi, Arthur menemukan fakta bahwa itu semua salah dan Arthur sering disiksa oleh ibu dan kekasih ibunya. Penny juga merupakan penderita delusional yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa Arkham.
Keadaan semakin memburuk, Arthur pun membunuh Penny dan Randall, tapi tidak melukai Gary karena dia bersikap baik pada Arthur di saat mereka masih kolega. Arthur yang diundang di acara Murray, dalam perjalanan dikejar oleh dua detektif yang menyelidikinya. Namun, saat tiba di kereta, kedua detektif itu diserang oleh para demonstran yang ricuh, Arthur berhasil lolos. Sebelum siaran, Arthur meminta Murray untuk memanggilnya Joker. Saat siaran, Arthur mengakui bahwa ia membunuh tiga pria di kereta, dan mengomel tentang bagaimana ia selalu dianggap rendah. Arthur pun menembak Murray di siaran langsungnya, di sinilah terjadi puncak kekacauan di setiap penjuru kota Gotham. Arthur ditangkap, tapi seorang perusuh berhasil mengeluarkannya dari mobil polisi setelah menabraknya. Arthur yang telah sadar pun menari di tengah-tengah kerusuhan kota Gotham.
Dialog di film Joker tidak terlalu padat, tapi tetap pas pada tempatnya. Sinematografi yang apik disertai karakterisasi aktor yang sesuai menambah nilai positif dari film besutan Todd Phillips ini. Meskipun menganut genre thriller, tidak banyak adegan sadis sepanjang filmnya. Meski durasinya cukup panjang, setiap adegan di film ini sangat penting, jika tertinggal beberapa menit saja, penonton akan merugi. Kelebihan paling menonjol dari film ini adalah ide yang sederhana, tapi karakter penjiwaan aktor film dapat dikatakan sangat baik, membuat banyak penonton terhanyut ke dalam ceritanya. Terutama perang batin yang tengah dialami oleh sang pemeran utama.
Sayangnya, dengan durasi film kurang lebih dua jam, penonton dapat merasakan bosan karena plot cerita cenderung datar. Durasi klimaks film ini pun dapat dikatakan pendek, sehingga penulis merasa plot cerita sedikit “kurang” berkesan. Lantaran film ini diberi rating R, film Joker sangat tidak disarankan untuk ditonton oleh anak di bawah umur. Menurut penulis, film ini penuh dengan keambiguan, sama halnya dengan karakter Joker. Penonton akan dituntut memiliki sudut pandangnya sendiri. Walau begitu, alur cerita cukup klise dan mudah ditebak, karena ide dari film ini juga cukup sederhana.
Singkat cerita, film ini seolah menyentil penonton untuk meningkatkan kesadaran pada sekitar; agar tidak meremehkan atau menganggap rendah penderita gangguan mental. Sangat banyak scene dalam film Joker yang menyindir kehidupan sehari-hari, misalnya golongan kuat hanya bisa menindas golongan lemah, dan lain sebagainya. Gambaran psikologis yang dirasakan Arthur Fleck sebagai penderita juga cukup jelas, dapat membuat penonton bersimpati, maupun kesal di waktu yang bersamaan. Jika Anda mencari film dengan humor-humor menggelitik, aksi laga heroik, atau happy ending, Joker bukanlah pilihan yang tepat. Hampir di sepanjang film, tidak ada humor eksplisit yang dilontarkan oleh pemain. Film Joker arahan Todd Phillips memang dipusatkan pada tragedi dan depresi, kontradiktif dengan apa yang menggambarkan Joker sejak dahulu; selalu tertawa tanpa adanya air mata. (ro)
Sumber gambar: imdb