Pada sebuah tatap yang ku puja dengan seksama
Pada sebuah binar yang menjerat fokusku lekat
Pada sebuah senyum jelmaan surgawi, Ia dekat tapi tak tersentuh
Aku meronta pada rintik – rintik hujan yang begitu pasrah dijatuhkan
Aku melempar pandang pada trotoar jalan dan gerobak Soto Lamongan
Aku takut, takut jika kau berhasil mengembok tatapku
Resah jika kau berhasil menangkap bayangmu dalam retinaku,
lalu dengan kejam kau kunci dalam jeruji – jeruji cipta karsa pengampu besi masa Kerajaan Singhasari.
Aku takluk, pada sebuah suara yang mengalun dan menggema lewat tenggorokanmu
lalu menelusup diam – diam meracuni rongga telinga hingga otakku
Aku benci, pada bisu dan diam bahasa tubuhmu
Membuatku lelah berburu kabar yang hendak disampaikan waktu tentangmu
Aku malu, ketika lampu kamarku melirik dengan senyum kecut saat aku cemberut
Marah kepada matahari dan bulan yang tega tak menghadirkan sosokmu seharian
Pun geram pada sesosok yang entah mengapa begitu kau agungkan,
yang menyita jiwa – jiwa dalam tubuhmu untuk berhenti menyambutku
Pernah sesekali, kujelajahi parasnya dicermin…
Tentu saja, itu bukan aku.
Itu Aku?
Related Posts
Kenangan Abadi
Kau bukan kilau di langit malam yang terangBukan pula dongeng yang dilantun khayalan, Kau adalah bayang dalam mataku memandangNyata di setiap langkah dan titah perjalanan, Kau ukir kisah di hati…
Antologi Puisi: Marmelade di Penghujung Hari
“Marmelade di Penghujung Hari” adalah antologi puisi pertama LPM DISPLAY. Anak yang lahir dari 10 tangan Editor DISPLAY ini mencakup 64 judul puisi dengan 100 halaman. Marmelade sendiri berarti selai…