Oleh: Annisa Alifia

Kita adalah generasi milenial yang dibesarkan dalam era internet dan teknologi digital. Dalam hal ini, kita diberkahi dengan berbagai macam pilihan yang dapat kita ambil jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, terutama dalam hal bagaimana kita memilih jalan yang akan kita lalui di masa depan nanti. Di satu sisi, ini merupakan peluang yang sangat bagus karena kita mempunyai banyak pilihan. Tetapi di sisi lainnya, pilihan yang berjumlah sangat banyak tersebut membuat kita merasa bingung. Banyak dari kita yang mengalami hal ini, keadaan yang biasa disebut dengan quarter life crisis (QLC).

Dikutip dari The Muse, Nathan Gehlert, seorang psikolog di Washington D.C menyebutkan bahwa sederhananya, QLC adalah periode intens dimana seseorang mengalami pencarian jati diri dan stres pada pertengahan usia 20-an hingga awal 30-an. Menurutnya, mereka yang sedang mengalami QLC merasa sangat bersemangat dan cerdas, namun mereka juga merasa kesulitan menghadapi hidup sebab mereka merasa tidak dapat menggapai potensi yang mereka miliki atau bahkan merasa tertinggal dengan yang lainnya. Mereka ingin maju dan mengubah sesuatu menjadi berbeda dan lebih baik dari sebelumnya, namun mereka tidak yakin bagaimana cara melakukan hal tersebut.

Orang-orang banyak menganggap usia 20-an sebagai sebuah kompetisi. Mungkin salah satu yang menjadi penyebabnya adalah cara pandang kita yang sering membandingkan progress yang kita lalui dengan orang-orang di sekitar kita. Bukan hanya itu, kita juga hidup di antara masyarakat yang memiliki kebiasaan membandingkan satu individu dengan individu lain. Kita dituntut untuk memenuhi standar yang telah mereka tetapkan. Sayangnya, tekanan ini juga kerap kali kita dapatkan dari orang terdekat kita, entah itu dari keluarga maupun teman dekat. Pada akhirnya kita ingin melakukan segala sesuatu dengan sesempurna mungkin yang malah menuntun kita ke QLC. 

Pandemi yang tak kunjung usai juga membuat kita merasa bosan dan tertekan sebab banyak hal yang sudah kita rencanakan sejak awal menjadi berantakan. Kita ingin hidup dengan produktif dan memanfaatkan waktu yang ada. Kita ingin melakukan banyak hal, ini dan itu, namun berakhir dengan kita yang tidak melakukan apa-apa untuk kemudian menyesalinya. Kita hanya berputar-putar di pikiran kita. Ketika terjebak dalam krisis ini, kita akan merasa terpaku atau malah ingin berlari dari masalah yang sedang kita hadapi. Semakin kita berlari, semakin jauh pula kita dari tujuan yang awalnya telah kita rencanakan. Berada di usia tertentu membuat kita menyadari bahwa kita selalu merasa masih belum mempunyai cukup keahlian.

Nyatanya, tidak akan ada yang memberikan hidup seperti yang kita inginkan selain diri kita sendiri. Kita sendiri yang harus berjuang dan mendapatkannya. Namun satu hal yang pasti, nantinya akan selalu ada twist di setiap langkah yang kita ambil. Ada kalanya kita tidak berakhir pada tujuan yang sudah kita bangun sebelumnya. Tetapi, pasti akan ada hal-hal positif yang mengiringi selama kita berusaha meraih sebuah tujuan. Pada akhirnya kita akan mendapatkan sebuah skill baru dan skill tersebutlah yang nantinya akan membuka peluang dan kesempatan yang tidak pernah ada bila kita tidak berusaha untuk meraihnya. Akan ada banyak hal yang berubah dengan cara yang tidak pernah kita prediksi. Tetapi tidak akan ada yang terjadi bila kita hanya diam saja dan menunggu kehidupan berjalan dengan sendirinya.