

Tepat pada saat tulisan ini dibuat, dunia masih diguncang oleh pandemi COVID-19. Jumlah kenaikan kasus per hari terutama di Indonesia menimbulkan ketidaktenangan pada masyarakat. Dengan sifat virus COVID-19 yang menyebar melalui vektor droplets dan airborne, protokol kesehatan pun diterapkan, dimana masyarakat diminta untuk mengurangi interaksi, menjaga jarak satu sama lain, serta diwajibkan untuk menggunakan masker dalam kegiatan di luar rumah. Untungnya, perkembangan COVID-19 selama sebulan terakhir ini tampaknya sudah memunculkan titik terang, dimana jika kita observasi secara statistik dengan mengambil data yang bersumber dari covid19.go.id, peningkatan jumlah kasus sudah mulai mengarah pada wujud persamaan linier dengan gradien sebesar 0 yang jika dibandingkan dengan beberapa bulan lalu, datanya masih berbentuk seperti layaknya persamaan linier dengan gradien positif. Tapi tentunya perkembangan ini masih tidak dapat kita simpulkan menjadi pertanda akhir dari wabah COVID-19 di Indonesia karena jumlah kasus baru yang terdata masih lebih besar dari jumlah orang yang sembuh, tetapi bisa dibilang perkembangan ini dapat menjadi harapan baru bagi kita semua.
Sayangnya, semakin hari penerapan protokol kesehatan di masyarakat pun semakin longgar, terutama jika dibandingkan pada Bulan April-Juni kemarin ketika COVID-19 baru mulai menunjukkan taringnya di masyarakat. Orang-orang berbondong-bondong membeli masker bahkan sempat terjadi kekurangan suplai alat perlindungan diri (APD) yang seharusnya ditujukan untuk rumah sakit dan badan pelayanan kesehatan lainnya. Kegiatan di luar rumah pun akan sangat dihindari jika tidak ada kepentingan. “Parno sendiri sekarang jika mau keluar,” seperti yang sering ibu saya ucapkan. Tapi apa yang dapat kita lihat sekarang? Orang-orang mulai berkumpul ria, sudah banyak teman-teman saya baik adik kelas, teman sederajat, maupun kakak tingkat yang terlihat menyebarkan momen-momen kebersamaannya pada media sosial mereka masing-masing. Di pos satpam kompleks rumah saya pun sering terlihat satpam mulai lalai dalam menggunakan masker, face shield, ataupun alat semacamnya. Di jalan-jalan pun sudah banyak kepadatan lalu lintas yang terjadi seperti ketika libur panjang cuti bersama kemarin yang menimbulkan kepadatan di jalan ke arah Puncak. Hal serupa juga terjadi saat kepulangan Habib Rizieq Shihab kemarin, dimana kepulangannya ke Indonesia sampai menimbulkan kepadatan serta kemacetan di kawasan Bandara Soekarno-Hatta dan sekitarnya. Padahal kita masih dalam masa pandemi dimana kita seharusnya mengurangi dan menghindari kerumunan.
Memang, di masa pandemi yang sangat menekan mental ini, ada kalanya kita akan merasa stres jika mengunci diri di rumah saja. Entah tekanan dari tugas kuliah, proyek akhir, revisian yang tidak kunjung usai, tuntutan dan ekspektasi dari keluarga, atau mungkin hanya sekedar kurang asupan hiburan sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa kampanye #DirumahAja dapat melahirkan penyakit-penyakit lainnya juga. Namun hal ini tidak lantas membuat kita boleh lengah dalam penerapan protokol kesehatan. Tetap ingat bahwa COVID-19 tidak berwujud seperti penyakit cacar air atau campak yang umumnya cukup 1 kali terinfeksi untuk bisa dinyatakan sembuh sepenuhnya dari penyakit ini. Meskipun langka, tampaknya masih ada kemungkinan terjadinya terinfeksi pada pasien COVID-19 yang sebelumnya sudah sembuh. Hal ini perlu dijadikan pengingat agar kita sendiri tidak lengah semerta-merta ketika kondisi sudah mulai membaik. Justru karena baru mulai membaik inilah yang seharusnya membuat kita sebagai warga Indonesia untuk tetap menjaga kesiagaan dan tidak lengah terlebih dahulu agar tidak terjadi kecolongan yang bisa menyebabkan terjadinya peningkatan kasus apalagi dengan kondisi yang masih belum benar-benar pasti seperti sekarang ini.
Tetapi perlu diingat juga bahwa sepenuhnya mengunci diri di rumah bukanlah merupakan solusi yang baik. Menurut saya sendiri, self-rewarding merupakan unsur yang penting untuk menjaga kesehatan kejiwaan kita, meskipun kadarnya juga harus disesuaikan. Sekedar menyetir keliling melihat pemandangan segar tanpa keluar dari kendaraan juga bisa berguna untuk menyegarkan suasana. Selain itu juga bisa ditambah dengan berolahraga individu secara rutin untuk menjernihkan pikiran serta menjaga kesehatan. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah frasa latin, men sana in corpore sano, yang berarti dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Yang sangat perlu kita ingat adalah bahwa pandemi ini masih belum berakhir. Jadi jangan berkerumun terlebih dahulu dan yang tidak kalah penting adalah jangan meremehkan kondisi sekarang ini. Tetap ikuti protokol kesehatan, selalu cuci tangan dengan sabun atau antiseptik, dan jaga kesehatan baik kesehatan raga maupun jiwa. Dan yang terakhir adalah jangan patah semangat karena dengan solidaritas, kita pasti masih bisa melawan COVID-19 ini.
Penulis: Nobel Edgar