Oleh: I Dewa Gede Ngurah Bramasta D.

Hari aksara adalah peringatan untuk menjaga pentingnya melek huruf atau pentingnya literasi bagi setiap umat manusia. Sementara itu, literasi merupakan salah satu proses transfer ilmu dan informasi yang telah dibaca, artinya semakin giat seseorang melakukan literasi semakin banyak ilmu dan informasi yang akan didapatkan. Perhatian yang besar bagi dunia literasi sebenarnya telah ditunjukan oleh pemerintah Indonesia. Mulai dari peraturan untuk melakukan literasi 15 menit sebelum sekolah dimulai, membangun taman baca, hingga banyaknya pembangunan perpustakaan umum di seluruh wilayah Indonesia. Menurut data dari Perpustakaan Nasional, hingga tahun ini jumlah perpustakaan yang ada di Indonesia telah mencapai lebih dari 164 ribu perpustakaan. Namun hal tersebut tidak sebanding dengan jumlah literasi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, karena masyarakat sekarang cenderung lebih banyak menghabiskan waktu luang mereka menonton vlog, daripada membaca untuk menambah ilmu dan mencari informasi.

Kemendikbud telah mengkategorikan Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) menjadi 5 kategori, yakni sangat rendah (0 – 20,00), rendah (20,01 – 40,00), sedang (40,01 – 60.00), tinggi (60,01 – 80,00), dan sangat tinggi (80,01 – 100,00). Dalam indeks tersebut, rata – rata indeks Alibaca nasional berada di titik 37.32%. Ditambah hasil Survei UNESCO pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara di dunia pada level literasi. Dari pemaparan fakta tersebut, bisa disimpulkan bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Hal inilah yang membuat banyak masyarakat Indonesia mudah termakan hoaks (informasi bohong).

Literasi menjadi sangat penting apalagi di era sekarang, karena banyak sekali hoaks yang merajalela di masyarakat. Pada tanggal 5 Mei 2020, Kominfo menemukan sebanyak 1.401 sebaran isu hoaks mengenai Covid – 19. Salah satunya yaitu berita tentang Negara Vietnam yang tidak memiliki kasus kematian akibat virus corona karena mengonsumsi teh dan lemon, sehingga masyarakat berbondong – bondong untuk membeli lemon dan teh dalam jumlah banyak. Padahal, pihak IDI (Ikatan Dokter Indonesia) mengatakan bahwa hal tersebut belum terbukti benar dan belum ada penelitian ilmiahnya. Rendahnya literasi saat ini, ditambah dengan maraknya penggunaan media sosial membuat masyarakat dengan mudah percaya pada berita yang belum terbukti kebenarannya. Masyarakat cenderung lebih tertarik untuk menyebarkan berita – berita tersebut tanpa mencermatinya atau bisa disebut “sharing tanpa saring”.

Di zaman sekarang, seharusnya penyebaran hoaks dapat diminimalisir, karena sumber informasi sudah bukan hanya dari media cetak, namun juga dari media elektronik sehingga berbagai informasi dapat lebih mudah diakses dari berbagai sumber. Namun, karena tingkat literasi masyarakat Indonesia termasuk rendah, maka semua media yang dapat digunakan untuk mencari dan memvalidasi informasi tersebut menjadi tidak ada artinya sehingga berita hoaks tetap menyebar. Jika masyarakat lebih peduli terhadap maraknya berita hoaks, seharusnya mereka juga peduli dengan pentingnya literasi, karena semakin tinggi minat literasi seseorang semakin banyak juga ilmu dan informasi yang didapatkannya, maka kemungkinan terhindar dari berita hoaks juga semakin tinggi.

Meningkatkan literasi kedepannya bisa dimulai dari lingkungan keluarga, para orang tua bisa mulai untuk memberikan buku cerita kepada anaknya, untuk menumbuhkan minat bacanya sejak masih kecil. Orang tua juga bisa menerapkan peraturan di dalam keluarganya untuk melakukan literasi di waktu – waktu tertentu. Orang tua bisa juga memberikan buku harian kepada anaknya, agar anaknya bisa mulai terbiasa menulis dan membaca. Di lingkungan sekolah, para guru bisa lebih mempertegas aturan berliterasi 15 menit sebelum sekolah mulai dan meminta kepada para murid untuk me-review kembali buku yang telah dibacanya kedalam bentuk tulisan, sehingga para murid mau tidak mau harus mencermati isi dari buku yang dibacanya.