Oleh Rika Priyanti Manik

Hari ini 21 April 2016, mengingatkan kita kembali pada tanggal yang sama di tahun 1879 akan lahirnya Kartini, tokoh wanita yang memperjuangkan nasib kaumnya. Hari kelahirannya ditetapkan sebagai hari Kartini untuk mewakili seumur hidup perjuangannya membuka pintu masuk pengetahuan dan kemandirian kaum perempuan di tengah peradaban budaya yang masih mengikat kuat kebebasan dan hak kaum perempuan.

Seperti apakah  sosok seorang Kartini yang ditetapkan Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional ?

Kartini, hidup di tengah-tengah masyarakat dengan budaya kawin paksa, poligami, tingginya angka kematian ibu, dan perceraian sewenang-wenang terhadap kaum perempuan. Lahir dari keluarga yang ayahnya berpoligami, tidak dapat melanjutkan pendidikan tinggi karena budaya kaum perempuan untuk dipingit di usia dini dan kawin paksa seharusnya, membentuk Kartini menjadi pribadi yang menerima kodratnya sebagaimana lingkungan memperlakukannya seperti kebanyakan wanita di masa itu. Namun, keadaan yang menimpanya justru membuatnya berani berpikir melawan arus paradigma untuk memperjuangkan kaum yang senasib dengannya. Tembok rumah yang secara fisik mengurungnya bertahun-tahun selama masa pingitan, tidak mampu menghentikannya untuk terus belajar. Lewat surat menyurat dan media cetak, Kartini belajar dari sahabat-sahabatnya di Eropa. Kegemaran Kartini membaca, membuka ketertarikannya pada kemajuan berpikir wanita Eropa, sehingga melahirkan hasrat untuk memajukan kaum wanita pribumi. Adapun surat-suratnya telah diterbitkan dan dikenal saat ini dengan nama  “Habis Gelap Terbitlah Terang “. Seperti cahaya yang menerangi jiwa kaum wanita dan menginspirasi perjuangan nasib kaum perempuan menjadi lebih baik.

Berkat relasi persahabatan dan semangat pemikiran yang tertuang dalam surat-suratnya, pada tahun 1903 berdirilah sekolah wanita menggunakan nama Kartini. Perjuangan Kartini masih belum selesai. Kartini mengajarkan kaum perempuan untuk menulis dan membaca. Lalu setelah wafat, mulai bermunculan sekolah Kartini lainnya yang didirikan oleh keluarga Van Deventer di Malang ,Yogyakarta ,Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Lalu apa kaitannya Kartini dengan kaum wanita Indonesia saat ini?

Perjuangan wanita saat ini bukan lagi untuk menuntut kesamaan hak dalam mengenyam pendidikan, bukan lagi untuk menuntut kebebasan berkarir, bukan lagi untuk menuntut penghapusan kawin paksa. Perjuangan Kartini telah membuahkan segala hal yang dibutuhkan kaum wanita untuk mandiri dan bebas memilih jalan hidupnya sendiri. Perjuangan Kartini telah mewujudkan cita-cita perempuan Indonesia untuk bebas mengenyam pendidikan, berkesempatan yang sama dalam hal karir baik dalam bisnis, teknologi bahkan politik. Perjuangan Kartini juga membebaskan perempuan Indonesia dari paradigma kawin paksa dan perceraian sewenang-wenang.

Lalu, apakah yang menjadi perjuangan kaum Kartini saat ini ?

Sekilas yang tampak, bahwasanya arus globalisasi membawa kaum wanita saat ini terhanyut dalam era perjuangan karir, finansial dan  penampilan pencitraan. Modernisasi merayu kaum perempuan dalam perjuangan dan berfokus pada diri sendiri. Sementara “Terang” Kartini, mengubah kehidupan orang banyak atas dorongan hati nurani, semangat hidup dalam perdamaian dan hasrat untuk pembaharuan intelektual demi perubahan nasib seluruh kaum perempuan. Perjuangan Kartini bukan semata-mata untuk mengejar kepentingannya sendiri.

Sudah tidak asing lagi melihat wanita sukses dalam karir, bahkan sampai mengharumkan nama bangsa ke luar negeri. Dalam hal politik pun demikian, seorang wanita sudah pernah menduduki posisi tertinggi negara sebagai Presiden, yaitu Megawati Soekarno Putri. Namun tidak dapat disangkal, bahwa realitanya banyak wanita yang bersembunyi dalam skeptisisme untuk mengaktualisasikan dirinya. Tidak sedikit wanita yang masih terperangkap dalam paradigma yang sempit menilai dirinya sebagai obyek yang lemah, dan sangat skeptis untuk bersaing dengan pria. Terbukti, walaupun wanita sudah diberi kebebasan berpolitik dan kesempatan yang sama dalam hal kepemimpinan,  namun kaum laki-laki masih saja mendominasi dunia politik dan kepemimpinan. Sementara Kartini yang hidup di zaman yang serba mengikat, sudah cukup memberikan teladan kepercayaan diri dalam dunia sosial, terlihat dari bagaimana pergaulan Kartini hingga ke kancah internasional. Siapa lagi yang bisa menolong kaum wanita, kalau bukan dirinya sendiri ?

Walaupun Kartini memperjuangkan kesamaan hak kaum perempuan, namun satu hal yang sering luput dari perspektif kaum perempuan, Kartini tetap melakoni perannya sebagai putri, istri dan ibu sebagaimana yang dipercayakan alam kepadanya. Walaupun cita-citanya ditentang oleh keluarga namun, hubungan Kartini dengan orang tuanya tetap berjalan dengan baik dan penuh hormat terhadap ayahnya. Walaupun Kartini menikah secara paksa, namun Kartini tetap melakoni perannya sebagai istri yang menghormati suaminya.

Dalam suratnya pada usia ke-23, Kartini menuliskan bahwa seorang wanita merupakan pendidik manusia yang pertama-tama, dengan kodrat yang diberikan oleh alam sendiri, yaitu sebagai seorang ibu. Karena itu, wanita harus diusahakan pengajaran dan pengetahuan agar lebih cakap melakukan kewajibannya untuk melahirkan generasi yang lebih maju dan sejahtera. Jadi, tidak semata-mata Kartini meninggalkan panggilannya demi kesamaan hak kaum perempuan. Namun, bagaimana dengan wanita masa kini? tidak dapat disangkal bahwa, tidak sedikit wanita yang menolak kodratnya sebagai wanita, menolak kodratnya sebagai putri yang menghormati keluarga, menolak kodratnya sebagai istri yang menghormati suami, bahkan sebagai ibu yang berjasa melahirkan generasi bangsa.

 

Jadi, cahaya apa yang kamu pancarkan hai kaum perempuan?

Apakah cahaya Kartini masih merekah menginspirasi perjuangan kaummu namun tetap tidak memungkiri kodratnya sebagai wanita ?

Nyalakan, cahaya Kartini mu !!

 

Sumber:

http://forum.viva.co.id/indeks/threads/ra-kartini.15490/

http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html

Sumber gambar :

http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html