Memasuki semester baru kurang lengkap rasanya jika melewatkan ‘momen sakral’ yaitu pengisian Kartu Rencana Studi (KRS). KRS tidak hanya sebatas jadwal mata kuliah yang disusun oleh mahasiswa untuk satu semester ke depan.  Namun, ada serangkaian pertimbangan yang wajib dipikirkan mahasiswa dalam mengisi KRS. Termasuk di antaranya adalah mata kuliah yang dipilih, menyusun jadwal yang efisien, memilih kelas yang sama dengan teman-teman mereka, menghindari kelas pagi, memotong hari kuliah menjadi empat hari, dan berbagai pertimbangan lain. Semua pertimbangan ini memiliki alasan tersendiri, KRS tersebut berisi jadwal mata kuliah yang akan mahasiswa jalani selama satu semester. Pertimbangan-pertimbangan itulah yang membuat mahasiswa merasa tegang dan berlomba-lomba saat periode pengisian KRS di Sistem Informasi Akademik Mahasiswa (SIAM) dibuka, fenomena ini sering disebut sebagai ‘war KRS’.

Setiap angkatan di Fakultas Ilmu Komputer memiliki periode pengisian KRS yang berbeda-beda. Mulai dari angkatan tertua di hari pertama dan berlanjut hingga angkatan terbaru, dengan selang waktu kurang lebih dua hari pada setiap angkatannya. Periode pengisian KRS yang berbeda ini dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk menitipkan mata kuliah tertentu kepada kakak tingkat yang mengisi KRS lebih awal, dengan tujuan mengamankan kelas yang mereka inginkan. 

Tindakan ini menimbulkan polemik di kalangan mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki banyak kenalan kakak tingkat lebih mudah menitipkan mata kuliahnya. Di sisi lain, mahasiswa yang tidak memiliki kenalan harus berjuang sendiri dalam mengisi KRSnya saat periode pengisian KRS dibuka. Namun, keuntungan ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah pihak sebagai peluang bisnis.

Bisnis jual-beli mata kuliah ini dilakukan oleh oknum mahasiswa yang “telah mendapatkan” kelas dengan menitip ke kakak tingkatnya. Terkadang, mereka menitipkan mata kuliah yang sama kepada beberapa kakak tingkat berbeda. Biasanya, Kakak Tingkat ini akan memberikan beberapa Satuan Kredit Semester (SKS) miliknya untuk diisi dengan mata kuliah yang dipesan oleh adik tingkatnya secara gratis. Di sisi lain, adik tingkat yang mendapatkan kelas tersebut akan menjual sisa kuota kelas kepada teman-teman seangkatannya dengan harga yang telah disepakati. Hal ini seolah-olah menjadikan kakak tingkat sebagai alat untuk menghasilkan uang. Tidak jarang,  akibat adanya jual-beli kelas ini, suatu kelas dalam mata kuliah tertentu sudah terisi lebih dari setengah kuota maksimal. Bahkan, sebelum jadwal pengisian KRS adik tingkat di SIAM dibuka. Kelas di suatu mata kuliah yang penuh dengan titipan ini akan high demand dan mahasiswa lain yang tidak mendapatkan kelas tersebut saat ‘war’ tak segan untuk membeli kuota kelas tersebut untuk mewujudkan jadwal yang telah dirancang sebelumnya. 

Tindakan jual-beli KRS dengan memanfaatkan kepanikan seseorang tidak sepatutnya dilakukan. Terutama oleh mahasiswa yang memiliki kapasitas intelektual. Hal tersebut harus segera dihentikan, baik oleh oknum penjual atau pembeli karena selama ada yang membeli kuota kelas tersebut, penjual akan terus memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan untung. 

Jika mendapati kelas yang tidak sesuai dengan rencana karena kuota kelas penuh, cobalah untuk mencari kelas lain yang masih tersedia. Di sisi lain, jika kelas tersebut penuh karena banyak yang menitip ke kakak tingkat, bersabarlah. Biasanya ada beberapa orang yang melepaskan titipannya karena sudah mendapatkan kelas tersebut saat ‘war KRS’ berlangsung. Dari pihak fakultas sendiri nantinya juga akan memberikan formulir pendataan kelas penuh yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kelas.