Oleh : Richie Richardus Tokan

“Emang kerjaannya DPM apa sih ?” tanya seorang maba telat lulus kepada saya. Sebenarnya, saya tahu apa yang ‘harusnya’ dikerjakan oleh lembaga legislatif ini. Namun apa yang sebenarnya mereka kerjakan juga jujur saya kurang mengerti. Selama saya berkuliah juga jarang melihat kiprah DPM, terutama DPM FILKOM. Bahkan pada awal saya kuliah, saya tidak tahu bahwa ada lembaga yang bernama Dewan Perwakilan Mahasiswa. Apa yang dikerjakannya pun jarang dipublikasikan lewat linimasa yang dipunyainya. Pernah ada postingan sebuah akun di media sosial yang merupakan tempat curhatnya warganet anonim yang mengatakan bahwa DPM itu kerjanya di belakang layar. Namun sebenarnya, bagaimana fungsi dan kinerja DPM, terutama DPM FILKOM?

Pada hakikatnya, badan legislatif dalam struktur trias politica mempunyai tugas sebagai pembuat undang-undang. Dalam membuat suatu produk hukum, ada baiknya badan legislatif mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang diwakilinya sehingga nantinya ketika hukum tersebut dijalankan, tidak terjadi ketimpangan dan masalah yang mengiringinya. Ada juga fungsi lain dari badan legislatif, yaitu mengawasi jalannya pemerintahan oleh eksekutif. Badan legislatif juga ada baiknya melaporkan apa hasil kerjanya pada masyarakat, agar masyarakat tahu dan mengerti apa yang sedang dan sudah dikerjakannya.

Pada tingkat mahasiswa, dalam proses demokrasi kampusnya juga terdapat tiga elemen trias politica. Kekuasaan eksekutif pada Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM, yudikatif pada sidang umum atau sejenisnya dan legislatif pada DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM), Dewan Mahasiswa (DEMA), Parlemen Mahasiswa, dan lain-lain yang dipilih melalui mekanisme Pemilwa atau yang sejenisnya. Di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, lembaga legislatif ini dikenal dengan DPM FILKOM. Namun bagi saya, selama saya mengikuti organisasi di tingkat fakultas, kontribusi DPM FILKOM masih terasa kurang signifikan dan terkesan ‘nganggur’.

Jika dilihat dari struktur komisi pada periode 2017-2018, DPM FILKOM memliki 3 komisi, antara lain Komisi Eksternal, Komisi Hukum dan Komisi Pengawasan. Dari ketiga komisi ini yang sudah kurang lebih menjalankan tugasnya selama 4 bulan lamanya, belum terlalu telihat kinerjanya dari fungsi komisi yang diembannya. Dimulai dari Komisi Eksternal. Komisi yang dalam rilisnya mempunyai tugas untuk publikasi, infromasi dan koordinasi serta penjaring aspirasi ini menurut saya hanya bekerja tidak pada porsinya. Publikasi DPM FILKOM terutama pada media sosial, ubahnya reminder kalender peringatan hari-hari besar. Padahal jika dilihat pada fungsinya yang paling utama menurut saya adalah pada penjaringan aspirasi. Sejauh ini, penjaringan aspirasi yang dilakukan hanya pada saat kampus biru ini mengalami polemik kalender akademik yang berkaitan dengan tanggal Ujian Akhir Semester. Itupun merupakan kerja bersama dengan badan legislatif seluruh Universitas Brawijaya. Padahal dengan fungsinya sebagai penjaring aspirasi, komisi ini harusnya menajadi yang paling terdepan dalam menjalankan fungsi legislatifnya. Fungsi komisi ini juga menjadi klise dengan fungsi advokasi yang ada pada badan eksekutif. Secara ideal, fungsi advokasi harusnya ada pada badan legislatif dan bukan pada badan eksekutif yang secara pengertian adalah yang menjalankan amanah dari undang-undang.

Kemudian komisi hukum. Komisi ini harusnya menjadi komisi ujung tombak dalam proses legislatif. Komisi ini mempunyai kekuatan untuk membuat suatu produk hukum berdasarkan apa yang tejadi di masyarakat sesuai dengan aspirasi dari masyarakat itu sendiri, yang akan dilaksanakan oleh eksekutif dengan program kebijakannya. Dan dalam realitasnya, produk hukum yang dikeluarkan oleh DPM FILKOM periode ini jika dihitung dalam rilisnya hanya berjumlah 2 buah, yaitu GBHK (Garis Besar Haluan Kerja) dan UU Probinmaba FILKOM 2017, yang notabene merupakan produk hukum yang rutin dirilis setiap periodennya. Yang terakhir yaitu komisi pengawasan. Komisi ini jika diibaratkan merupakan pemberi bahan bakar bagi jalannya proses legislatif. Pengawasan terhadap kinerja eksekutif akan memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa kinerja eksekutif tidak akan keluar dari amanahnya. Namun, hingga hari ini, masyarakat FILKOM seakan tidak tahu apa yang diawasi oleh DPM FILKOM. Mekanisme pengawasan, hasil dan penilaiannya pun tidak pernah tersentuh oleh publik. Padahal, mengetahui hasil pengawasan dan penilaian terhadap kinerja eksekutif merupakan hak saya sebagai masyarakat FILKOM.

Selain itu, seperti yang diamanahkan pada produk hukum mahasiswa tertinggi di FILKOM yaitu AD/ART KBMFILKOM (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Keluarga Besar Mahasiwa Fakultas Ilmu Komputer), DPM juga menyelengarakan rapat komisi. Rapat komisi bertujuan untuk membahas tugas dan masalah yang dihadapi oleh komisinya. Rapat ini harusnya diketahui jadwal serta hasilnya agar dapat dipantau oleh masyarakat. Namun selama ini, tak ada agenda rapat komisi yang diumumkan kepada khalayak umum. Jikapun ada, hasilnya tak pernah kelihatan bagi saya.

Sejatinya, proses legislatif yang dilakukan oleh DPM FILKOM periode 2017-2018 dapat berjalan dengan baik jika menjalankan fungsinya dengan semaksimal mungkin dan dengan koordinasi yang baik. Jika dibuat suatu alur, kinerja DPM dapat bermula dari penjaringan aspirasi yang kemudian dibahas dan diekstrasi menjadi suatu produk hukum yang sesuai sehingga dapat dijalankan oleh eksekutif dengan diawasi oleh DPM sendiri. Dan jika terjadi penyelewengan atas produk hukum yang dibuat, dapat diproses dengan kekuatan yudikatif yang ada pada MKBM FILKOM atau Musyawarah Keluarga Besar Fakultas Ilmu Komputer.

Akhir kata, saya sebagai masyarakat FILKOM ingin melihat suatu kinerja nyata para wakil mahasiswa yang dititipkan amanah oleh segenap masyarakat FILKOM. Vox Populi Vox Dei.

 

Tentang penulis: 

Richie R. Tokan. Penulis merupakan mahasiswa S1 Teknik Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya.