
Oleh: Richie R. Tokan
Akhir tahun di kampus biru. Suasana yang tak jauh berbeda dari akhir tahun sebelum-sebelumnya di kampus ini. Suasana dimana hujan yang membawa kenangan mengiringi pesta politik di Brawijaya. Pemilihan Mahasiswa Raya (PEMIRA) yang menjadi ajang pertarungan elit politik mahasiswa di kampus ini. Dari pertarungan visi-misi, program kerja unggulan, kreativitas kampanye, hingga pertarungan cocokologi para calon. Hari pemilihan pun tiba, tempat pemungutan suara di tiap fakultas pun didatangi mahasiswa untuk menyampaikan hak suaranya. Dan hasilnya? Mari kita ucapkan selamat kepada saudara ‘abstain’ yang memenangi PEMIRA UB 2016 dengan total suara yang fantastis. Dengan raihan 2.614 suara untuk kursi DPM UB dan kurang lebih 3.288 suara untuk posisi presiden EM UB, jelas sudah bahwa saudara ‘abstain’ merupakan pesaing terberat dalam PEMIRA UB 2016. Namun sudahkah anda berkenalan dengan saudara abstain ini?
Katakanlah abstain merupakan seorang tokoh politik yang lahir dari realita kondisi mahasiswa Kampus Biru ini, namanya mempunyai arti yang sangat mendalam yaitu jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia namanya berarti tidak menentukan sikap. Hebatnya lagi dalam PEMIRA kali ini, saudara abstain tidak pernah menyelenggarakan satu pun kampanye politik. Banner untuk menarik simpati masa pun tak pernah terlihat di kampus ini. Lalu bagaimana cara saudara abstain memperoleh suara sebanyak itu? Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita tarik kembali waktu kembali ke tahun 2014. Tahun dimana saya pertama kali mengikuti PEMIRA UB.
PEMIRA UB 2014 yang mengusung tagline “PEMIRA AKTIF” (Aspiratif, Kontributif, Transparan, Independen, Profesional) ini diikuti oleh 2 pasang calon Presiden EM UB dan 21 calon DPM UB. Dalam PEMIRA edisi ini, keluar sebagai pemenang adalah Reza Adi Pratama (FP 2011) sebagai presiden EM UB terpilih mengalahkan lawannya, M.Syahril Mubarok (FEB 2011) dengan perolehan suara 8.240 berbanding 3.989 suara dari total 13.599 suara. Lalu, dimanakah saudara ‘abstain’ yang dari tadi kita perbincangkan? Dalam PEMIRA kali ini, abstain hanya memperoleh suara sebanyak 168 suara untuk posisi Presiden EM dan 43 suara untuk kursi DPM. Jika ditotal, abstain hanya memiliki persentase perolehan suara sebanyak 1,55%.
Berlanjut ke PEMIRA edisi berikutnya, diwarnai dengan beberapa kejadian menarik seperti penggunaan e-voting, ketidakseriusan para calon dalam fit and proper test hingga adu argumen antara salah satu calon presiden EM dengan suatu akun di media sosial. Mungkin saja karena PEMIRA kali ini menggunakan tagline DINAMIS (Distributif, Independen, Profesional, Transparan, Harmonis) sehingga banyak dinamika yang terjadi dalam penyelenggaraannya. Puncaknya pada hari pemilihan, jumlah suara yang masuk ternyata turun dari sebelumnya 13.599 suara menjadi 11.597. Dalam kondisi sulit ini, abstain mampu memperoleh suara dengan total persentase sebesar 10,35% dengan rincian 900 suara untuk posisi EM 1 dan 300 suara untuk posisi DPM UB.
Suasana PEMIRA tahun ini pun kelihatan tak semarak PEMIRA tahun-tahun sebelumnya. Persiapan yang terkesan tergesa-gesa hingga sepinya peminat dalam PEMIRA kali ini mewarnai pelaksanaannya di tahun 2016. Penerapan sistem e-vote dalam pemungutan suara pun tidak meningkatkan antusias mahasiswa dalam memilih wakilnya. Lalu, bagaimana dengan jawaban pertanyaan sebelumnya?
Jawabannya ada pada mahasiswa itu sendiri. Apakah kita masih mempercayai elit-elit politik yang memberikan dirinya untuk mewakili aspirasi kita? Atau PEMIRA hanya jadi panggung sandiwara politik para kaum elit politik mahasiswa ini? Semuanya kembali lagi dari kita mahasiswa Kampus Biru ini. Kita dapat menilai sendiri apa yang terjadi dengan para wakil mahasiswa ini dan mungkin saja terjawab dalam diri ‘seorang abstain’ yang menjadi juara tanpa kursi di PEMIRA kali ini. Sekali lagi, selamat saudara ‘abstain’.
Referensi: http://www.gusti8official.org