
Oleh: Novia Herdiandini
Pesatnya kemajuan teknologi menjadi alasan mengapa manusia yang hidup di masa kini mendapatkan julukan manusia modern. Sebagai manusia modern patutlah bersyukur, karena hampir setiap kebutuhan dapat terpenuhi dengan praktis. Manusia selalu berupaya untuk dapat mempermudah kehidupan dengan melakukan penelitian dan penemuan, meskipun harus memakan waktu yang cukup lama. Namun ternyata penemuan itu di luar ekspektasi, hingga kerap kali disanjung sebagai revolusi industri kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan sengaja diciptakan pada suatu benda untuk menghasilkan solusi secara cepat, otomatis, dan akurat dengan pemikiran layaknya manusia. Maka tidak heran bila saat ini banyak orang ataupun perusahaan gempar untuk mewujudkannya dalam bentuk robot, video game atau syaraf buatan. Kini penerapannya mulai tampak di dunia, diantaranya Tesla (mobil yang dapat mengemudi sendiri), Siri (mampu menafsirkan suara pengguna pada produk Apple), E-Health (aplikasi pelayanan kesehatan untuk mendiagnosa penyakit atau kesehatan pasien).
Dalam penerapannya, memang kecerdasan buatan memiliki beragam manfaat. Namun untuk beberapa jangka waktu ke depan juga dapat beresiko buruk bagi manusia. Umat manusia harus waspada terhadap kelahiran robot humanoid. Karena dalam robot tersebut tentunya ditanamkan kecerdasan, kemampuan belajar dan memperbaiki diri. Dari hal itu dapat terbayangkan bila robot humanoid akan lebih pintar dari manusia. Sehingga kedepannya seluruh pekerjaan manusia akan diambil alih oleh robot humanoid.
Perkembangan kecerdasan buatan ini terlihat pada bidang politik dan militer, bermula dari robot humanoid Asimo yang mampu bersuara dalam agenda PBB. Tidak menutup kemungkinan akan lahir robot lain dengan kecerdasan melebihi manusia yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin, terutama pemimpin pasukan perang. Robot khusus yang dibuat untuk perang dapat dengan mudah melumpuhkan manusia. Hal ini menguntungkan bagi para pemilik robot humanoid, karena robot tersebut dapat memperbaiki diri, sedangkan manusia memiliki batas umur.
Dari sisi ekonomi, akan banyak perusahaan dan pabrik akan lebih tertarik pada robot humanoid. Selain memiliki kecerdasan, robot humanoid juga dapat bekerja lebih cepat dengan daya tahan kerja lebih lama daripada manusia. Akan sangat menguntungkan bagi penyedia lapangan kerja, karena tidak harus membayar upah setiap bulannya dan yang lebih utama, dapat menghasilkan banyak produk dengan waktu yang cukup singkat. Akhirnya akan berimbas pada manusia yang tidak lagi dibutuhkan otak dan tenaganya.
Memperkerjakan robot humanoid juga berpengaruh pada harga produk yang dihasilkan. Apabila ada salah satu perusahaan atau pabrik memperkerjakannya, maka tidak menutup kemungkinan perusahaan atau pabrik lain juga melakukan hal yang sama karena alasan yang sama. Sehingga akan menimbulkan turunnya harga produk karena terjadi persaingan dalam penjualan produk antara perusahaan atau pabrik satu dengan yang lain. Hal itu seharusnya memberikan keuntungan yang besar bagi konsumen sebagai pihak pembeli. Namun nyatanya, konsumen tidak mampu membeli produk yang murah itu karena tidak berpenghasilan, karena sesungguhnya sumber penghasilan mereka telah dirampas oleh para robot humanoid. Maka produk yang berlimpah itu tidak terjual, perusahaan tidak mendapatkan untung, dan berujung sia-sia memperkerjakan robot.
Akan lebih efektif jika pengembangan kecerdasan buatan pada robot humanoid hanya dimanfaatkan untuk menjalankan pekerjaan yang sulit dilakukan oleh manusia, bukan dikembangkan untuk menjalankan pekerjaan yang biasanya dikerjakan dengan mudah oleh manusia. Pekerjaan yang berada pada rentan bahaya yang cukup tinggi atau pekerjaan yang dapat mengancam nyawa manusia. Contohnya robot penyelamat, yaitu robot humanoid yang dapat bekerja sama dengan tim SAR untuk menyelamatkan korban yang tenggelam di lautan yang cukup dalam dan berombak besar. Dapat pula bekerjasama dengan tim pemadam kebakaran saat menyelamatkan korban dari kebakaran hebat. Karena presentase keberhasilan cukup kecil bila hanya tim pemadam atau SAR saja yang bekerja, selain itu nyawa tim juga menjadi taruhannya. Bila robot humanoid untuk menjalankan pekerjaan yang biasanya dikerjakan dengan mudah oleh manusia, khawatirnya akan meleber kemana-mana hingga menimbulkan kerugian seperti kasus ekonomi diatas.
Pada dasarnya tujuan awal diciptakannya kecerdasan buatan adalah untuk mempermudah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kemajuan dari kecerdasan buatan ini harus dapat dikendalikan dan dibatasi agar permasalahan tersebut tidak akan terjadi. Pembatasan dalam penggunaan kecerdasan buatan telah ditetapkan dalam Asimolar AI (Artificial Intelligence) Principles. Terutama pada poin berikut:
- Poin (11) nilai-nilai manusia: sistem AI harus dirancang dan dioperasikan agar sesuai dengan cita-cita martabat manusia, hak, kebebasan, dan keragaman budaya.
- Poin (15) kemakmuran bersama: kemakmuran ekonomi yang diciptakan oleh AI harus dibagi secara luas, untuk menguntungkan umat manusia
- Poin (16) kontrol manusia: manusia harus memilih bagaimana dan apakah mendelegasikan keputusan ke sistem AI, untuk mencapai tujuan yang dipilih manusia.
- Poin (19) kemampuan perhatian: tidak ada konsensus, kita harus menghindari asumsi kuat mengenai batas atas kemampuan AI di masa depan.
- Poin (20) pentingnya: AI tingkat lanjut dapat mewakili perubahan mendalam dalam sejarah kehidupan di bumi, dan harus direncanakan dan dikelola dengan perawatan dan sumber daya yang sepadan.
- Poin (21) resiko: resiko yang ditimbulkan oleh sistem AI, terutama risiko bencana atau eksistensial, harus tunduk pada upaya perencanaan dan mitigasi yang sepadan dengan dampak yang diharapkan
Namun tidak ada yang menjamin bila prinsip itu sengaja diabaikan. Karena ada beberapa manusia yang akan berbuat apapun demi memenuhi kebutuhannya semata. Seharusnya dibentuk hukum dengan dasar prinsip di atas. Tentang hukum penggunaan kecerdasan buatan dalam jangka pendek dan panjang tidak akan mengganggu kesejahteraan manusia. Dan juga hukum pemasangan algoritma “pelarangan sistem dalam melukai manusia”, pada setiap pembuatan kecerdasan buatan. Penegakan hukum tersebut tidak hanya di tempat tertentu dan untuk perusahaan atau orang tertentu, melainkan untuk siapapun dan perusahaan manapun di seluruh dunia, karena berada pada tingkat internasional. Penegakan hukum bertujuan agar tidak ada manusia yang berniat mengabaikan prinsip tersebut. Sementara bagi pelanggar, mendapatkan penjatuhan sanksi berupa pencabutan hak pembuatan dan pengembangan kecerdasan buatan atau teknologi lain serta hukuman kurungan.
Selain itu, harusnya ada perizinan pengembangan kecerdasan buatan yang ditujukan kepada pemerintah agar dapat meminimalisir adanya pengabaian prinsip kecerdasan buatan atau pemasangan algoritma pelarangan. Proses perizinan menyertakan dokumen lengkap terkait dengan tujuan, efek jangka pendek/panjang dan alasan pengembangan. Bila tidak sesuai dengan prinsip maka pengembangan tidak akan dapat berlanjut dan akan selalu berada pada pengawasan.