Hari ini, 30 Maret merupakan momen bersejarah bagi perfilman Indonesia. Sejarah diperingatinya 30 Maret sebagai hari Film Nasional, dimulai ketika momen pengambilan gambar pertama film ‘Darah dan Doa’. Pengambilan gambar pertama film yang disutradai oleh Umar Ismail ini dilakukan pada 30 Maret 1950. Diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), film ini menjadi film pertama yang berciri khas asli Indonesia. Jauh sebelum film ini diproduksi, beberapa film pernah diproduksi di Indonesia namun bukan diproduksi oleh orang pribumi.

Melihat perkembangan industri perfilman kita saat ini, Indonesia patut berbangga karena beberapa film seperti Ada Apa Dengan Cinta, Laskar Pelangi, Merah Putih, Soekarno dan The Raid sukses go Internasional. Bahkan berkat film The Raid, aktor Joe Taslim berhasil menarik perhatian sutradara film Fast & Furious Justin Lin untuk merekrutnya dalam sekuel keenam film andalan Universal Studios itu.

Fakultas kita juga mempunyai komunitas yang menggeluti bidang perfilman. Meski terbilang baru, divisi Cinematografi BIOSCinematografi BIOS Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya mengaku sedang menyiapkan film untuk memperingati Hari Film Nasional. “Karena dasarnya divisi ini masih terbilang baru, tepatnya baru 2 tahun dan belum banyak mempunyai kegiatan-kegiatan. Jadi di hari film nasional ini diharapkan bisa menjadi momentum akan majunya divisi Cinematografi BIOS, dengan cara mengikuti festival–festival film dan mewajibkan para anggota baru untuk menghasilkan karya, ” ujar ketua divisi Cinematografi BIOS Vatikan Aulia Makkah.

Untuk andil dalam dunia perfilman tanah air, divisi Cinematografi BIOS masih mencoba pelan-pelan. “Divisi cinematografi BIOS ini masih perlu dibangun ulang karena selama ini, divisi ini masih belum menghasilkan karya yang benar–benar bisa dipublish keluar, dan belum bisa bersaing lebih, ” ujar mahasiswa yang akrab disapa Ican ini.

Ican juga berkomentar soal legalisasi film di Indonesia masih sangat kurang dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini membuat para movie maker tanah air lebih memilih untuk berkecimpung di luar negeri dari pada di negeri sendiri. Mahasiswa yang juga Ketua Angkatan Sistem Komputer 2013 ini juga mendukung masalah pembatasan impor film. “Terutama menyoroti masalah isi dari film – film tersebut yang pada umumnya ditelan mentah – mentah oleh masyarakat, ” ungkapnya.

Momentum Hari Film Nasional ini diharapkan bisa melecut semangat para penggiat film tanah air untuk terus mencoba memajukan industri film Indonesia. “Kalau bicara soal seni jangan sampai ada putusnya, jangan takut buat mencoba. Apalagi sekarang dunia perfilman kita sudah mulai naik. Pokoknya bagaimanapun hasilnya jangan takut buat mencoba, ” ujar Ican.

(afr, db)