
Senin petang (30/11) DPM TIIK UB mengadakan forum klarifikasi untuk membahas syarat bakal calon anggota DPM serta Presiden dan Wakil Presiden BEM TIIK yang sebelumnya dirilis dalam akun line resmi DPM TIIK UB. Syarat bakal calon yang dirilis pada Sabtu pagi (28/11) ini sempat menjadi kontroversi dan ramai dibahas oleh mahasiswa FILKOM di linimasa media sosial Line. Bagaimana tidak, syarat minimal IPK untuk calon anggota DPM serta Presiden dan Wakil Presiden BEM TIIK mengalami penurunan sebanyak 0,2 menjadi 2,6 dibandingkan dengan syarat IPK calon pada Pemilwa TIIK 2014 yang lalu. Syarat bakal calon ini mengacu pada Undang-Undang Pemilihan Wakil Mahasiswa Pada BAB VI Hak Dipilih dan Pencalonan Pasal 9 Ayat 2. Berbagai kritikan pedas pun dilontarkan, seperti yang diucapkan oleh Presiden BEM TIIK periode 2014/2015. “SPP aja naik masa IPK turun #BeraniBersuaraUntukDemokrasi #Beranidong,” tulis Presiden BEM TIIK periode 2014/2015, Andi Mohammad Rizki di akun linenya.
Dalam forum klarifikasi yang dihadiri oleh mahasiswa dan alumni FILKOM, DPM TIIK menjelaskan alasan di balik penentuan syarat IPK minimal menjadi 2,6 adalah untuk memperluas jangkauan mahasiswa yang ingin menjadi anggota DPM serta Presiden dan Wakil Presiden BEM TIIK. DPM mengaku telah melakukan survey lapangan dan mendapati bahwa telah terbentuk pola pikir dalam mahasiswa FILKOM bahwa untuk menjadi DPM serta Presiden dan Wakil Presiden BEM TIIK sangat susah dikarenakan persyaratan administrasi yang sangat memberatkan. “Sehingga kami mengambil keputusan untuk mempermudah syarat administrasi mulai dari surat kesehatan, dukungan KTM dan IPK,” ujar Koordinator DPM TIIK Andy Jaya. DPM juga menambahkan sebelum memutuskan untuk menurunkan syarat IPK menjadi 2,6, pihak DPM terbagi menjadi dua kubu yaitu yang menginginkan IPK naik menjadi 3,00 dan yang menginginkan IPK untuk diturunkan. Hingga akhirnya dihasilkan keputusan untuk menurunkan syarat minimal IPK. “Tiga orang dari kita nggak sepakat kalau 2,6 itu diturunkan, tapi ada dari temen-temen yang memiliki pemikiran memimpin itu nggak cuma IPK tinggi, itu pertama yang harus dipertimbangkan. Jadi kayak dia public speaking-nya bisa apa nggak, dia mengerti ilmu pengetahuan apa nggak, dia mengerti cara ngomong yang bener itu gimana. Jadi pertimbangan buat memimpin sesuatu itu bukan dipatok sama IPK aja tapi dalam berbagai bidang,” ungkap anggota DPM Komisi I Komunikasi dan Hubungan Lembaga Bella Aulia ketika ditanya alumni FILKOM Fariz Izzan perihal proses penentuan penurunan syarat minimal IPK.
Menanggapi studi lapangan yang dilakukan DPM, Presiden BEM TIIK periode 2014/2015 Andi Muhammad Rizki menyarankan DPM untuk menggunakan data sebaran IPK mahasiswa FILKOM dalam menentukan syarat IPK minimal agar. Hal ini bertujuan untuk menghindari kecurigaan mahasiswa terhadap DPM yang membawa kepentingan tertentu, sekaligus agar DPM mempunyai dasar yang kuat dan data yang konkret dalam pengambilan keputusan. Jika menggunakan acuan syarat minimal IPK tahun lalu yaitu 2,8 data sebaran IPK semester genap 2015 menunjukkan jumlah mahasiswa FILKOM angkatan 2013 dengan IPK di atas 2,8 sebanyak 610 orang, sedangkan untuk mahasiswa FILKOM angkatan 2014 sebanyak 654 orang. “Temen-temen DPM menyampling sekaligus juga melihat dari data yang ada, data yang konkret sekaligus juga tambahkan lagi dari 610 dan 654 orang ini berapa sih yang anggota aktif? Yang dia bisa siap dipilih sehingga kita bisa melihat bahwa kuantitasnya nanti akan sebanding dengan kualitas. Ketika kita ngomongin angka 2,75 2,6 2,8 atau 3 misalnya IPKnya 3 jumlahnya 600 orang ketika kita ngomongin yang IPKnya diturunin 2,8 bertambahnya jadi 700, berarti kan hanya beda selisih 100. Dari situ kan temen-temen bisa membuat pertimbangan,” tutur mahasiswa yang akrab disapa Acong. Andi juga menambahkan, jika syarat minimal IPK 2,6 angkatan 2013 bertambah sekitar 83 orang dan angkatan 2014 bertambah sekitar 49 orang.
Alumni FILKOM yang juga pernah menjabat sebagai Menteri PSDM BEM TIIK periode 2013/2014 Fariz Izzan menyampaikan kritik terhadap kinerja DPM TIIK. Ia mengatakan seharusnya DPM mempunyai data sebaran IPK ini. “Seharusnya kan DPM ini yang punya data ini, tapi kok malah si Acong yang punya kan aneh gitu. Terus DPM ini kalo aku ya ngeliatnya DPM ini ngapain? Kayak gitu jadinya, mohon maaf lho ini kritik. Kan DPM ini anggotanya ada 9 ya, terus katanya punya staff ahli juga itu terus kerjanya ngapain. Hal yang paling dasar lho ini masalah data, dan kalian kan resmi bisa minta ke birokrasi dengan jalur yang legal,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Ijan. Ia juga menambahkan agar DPM lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Pihak DPM menerima saran dan kritik yang disampaikan oleh alumni dan mahasiswa FILKOM. Kritik dan saran nanti akan dibawa pada pembahasan lebih lanjut untuk revisi UU Pemilwa yang menjadi acuan syarat minimal IPK 2,6 bakal calon anggota DPM serta Presiden dan Wakil Presiden BEM TIIK. DPM menjanjikan waktu dua hari terhitung dari Senin untuk penyelesaian revisi UU Pemilwa. “Jadi ya kita ngasih dua hari aja sudah buat klarifikasi, kurang lebih dua hari lah,” jelas Andi.
(ras)