Senin pagi (1/4) berlangsung aksi di depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya (UB) oleh Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (Amarah UB). Aliansi yang terdiri dari 12 instansi di antaranya BEM FMIPA, FILKOM, FH, FEB, FPIK, FAPET, FTP, FP, FKH, VOKASI, FIB, dan DPM UB ini membawa empat tuntutan:
- Memperbolehkan ojek daring kembali masuk area UB
- Mengalihfungsikan bus UB untuk kegiatan akademik
- Memperbaiki sistem parkir
- Realisasi ketiga tuntutan selambat-lambatnya 2×30 hari setelah tuntutan disepakati
Katon Jaya Saputra selaku Koordinator Amarah UB menyebutkan, aliansi ini terbentuk setelah kajian yang diadakan oleh BEM FMIPA (22/3). “Setelah itu (audiensi pertama (18/3) mahasiswa dengan WR II, red), FMIPA (BEM, red) menyatukan pandangan, masalah ini bisa diselesaikan dengan tuntutan, tapi isinya solusi. Lalu dibentuk aliansi,” terangnya. Ia kemudian melanjutkan bahwa kajian yang dikuti oleh BEM FP, FILKOM, FK, FIA, FH, FAPET, FT serta EM UB menyepakati pembentukan aliansi untuk isu kebijakan stiker, walaupun EM UB dan BEM FT kemudian memilih mundur. “Dari kedelapan yang ikut kajian itu, yang mundur cuma EM dan BEM FT, maksudnya mereka tidak mengikuti gagasan aliansi kita,” terang mahasiswa FMIPA angkatan 2017 ini.
Katon menjelaskan alasannya karena ada perbedaan data dari EM dengan BEM fakultas lain. Sementara BEM FT memilih untuk netral dalam kebijakan ini. “Ada perbedaan data antara EM dan kawan-kawan fakultas semua. Ketika kawan-kawan fakultas mengadakan kajian, ataupun menjaring aspirasi, 80% menolak kebijakan ini. EM berbeda sendiri yaitu (datanya, red) menerima kebijakan ini. Kalau BEM FT itu netral, dalam artian tidak merasakan dampak dari kebijakan ini,” terangnya.
Katon kemudian menceritakan, mengapa akhirnya Amarah UB melakukan aksi di depan Rektorat. “Waktu itu Jumat pagi (29/3) itu kita ke Rektorat, untuk audiensi lagi, tapi akhirnya kita malah diperlambat, dilempar-lempar. Biasa birokrat,” jelasnya. “Lalu karena tidak ada itikad baik, kita konsolidasi di bawah (Gedung Widyaloka, red) untuk hari Senin (1/4) akan mengadakan aksi,“ imbuhnya.
Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.41 WIB ini membawa massa untuk mendatangi rektorat dan menuntut empat tuntutan yang sudah dijabarkan di atas. Setelah 20 menit berorasi, perwakilan dari aliansi dan pers mahasiswa diperbolehkan untuk masuk ke dalam Gedung Rektorat dan menemui Nuhfil Hanani selaku Rektor UB untuk melakukan mediasi. Mohammad Fahryza Purwanto selaku Wakil Presiden BEM FILKOM menjelaskan hasil dari mediasi tersebut. “Sebenarnya untuk yang di atas tadi adalah negosiasi dari empat tuntutan kita (Amarah UB, red), dan di atas itu lebih cenderung membahas masalah ojek daring. Nah untuk perbaikan sistem kartu parkir, sebenernya tidak terlalu banyak membahas kartu parkir,” terang Eja, sapaan akrab Fahryza. Mahasiswa FILKOM angkatan 2016 ini kemudian menyatakan bahwa pihak rektorat menyetujui semua tuntutan Amarah UB walaupun tidak ada bukti berupa teken surat dari pihak aliansi dan pihak rektorat. “Menerima, tapi memang untuk bukti otentik berupa tanda tangan tidak mau. Alasannya tadi tidak ingin didikte oleh mahasiswa,” tambah Eja.
Dari hasil tuntutan, diperoleh keputusan yang diberitakan oleh Korlap aksi pagi ini terdapat empat, yaitu:
- Ojek daring diperbolehkan masuk namun disediakan drop zone. Mahasiswa ikut membantu dalam penentuan drop zone dan ojek daring tidak diperbolehkan berdiam di dalam kampus
- Ojek daring dapat memasuki area kampus dalam kondisi:
- Membawa penumpang
- Jika ingin membawa order-an dalam kampus, driver wajib menunjukkan order-an kepada satpam yang berjaga
- Ojek daring dapat memasuki area kampus dengan memakai atribut ojek daring
- Pihak rektorat bekerjasama dengan institusi ojek daring untuk memberikan sanksi kepada driver yang masuk ke area kampus dengan melanggar kesepakatan di atas. Institusi ojek daring yang bersangkutan yang akan memberikan sanksi kepada driver yang melanggar
- Alih fungsi shuttle bus untuk kepentingan mahasiswa, khususnya di bidang akademik. (rfd)