DISPLAY – Suatu sistem pengawasan diperlukan UB untuk memantau keadaan yang berada di dalam lingkungan kampus. E-Complaint merupakan salah satu aplikasi yang dapat menampung keluhan atau aspirasi mahasiswa, staf, dan dosen terhadap permasalahan di tingkat fakultas maupun universitas. Aspirasi yang diterima melalui E-Complaint akan diterima oleh Pusat Informasi, Dokumentasi, dan Keluhan (PIDK) UB yang kemudian akan dilanjutkan ke operator E-Complaint fakultas yang bersangkutan untuk proses penindaklanjutan.

Dewi Wijayanti selaku operator E-Complaint FILKOM menjelaskan alur penyampaian aspirasi akan tersalurkan kepada pihak Dekan terlebih dahulu, lalu dilanjutkan kepada pihak yang dituju sesuai hierarki yang ada di FILKOM. “Semua komplain yang masuk itu pertama kepada Dekan. Jadi apapun kata-kata yang tertera di dalam komplain itu ke Dekan dulu. Dekan itu nanti meneruskan, misalnya komplain itu ke keuangan berarti Wakil Dekan II, dan komplain kemahasiswaan berarti Wakil Dekan III. Nah dari Wakil Dekan III kalau perlu untuk diteruskan ya diteruskan lagi ke KTU (Kepala Tata Usaha, red), ke Kasubag Kemahasiswaan, akademik, ke stafnya,” terangnya.

Dalam proses penanganannya, Dewi berlaku sebagai perantara yang akan memberikan jawaban sesuai tanggapan dari pihak yang dituju kepada PIDK terkait penindaklanjutan. Lalu pihak PIDK yang akan menjawab aspirasi di E-Complaint tersebut kepada mahasiswa. “Misal KTU yang mengisi form, kayak formulir komplain setelah diisi akar masalahanya apa, penyebabnya, terus misalnya solusi apa sudah diisi terus diserahkan ke aku, operator. Aku jawab ke aplikasi itu tadi. Nah nanti PIDK yang menjawabkan ke mahasiswa. Jadi yang memberi jawaban bukan dari FILKOM,” jelas Dewi.

Terdapat tiga status konfirmasi yang dikirim operator ke PIDK dalam menanggapi aspirasi E-Complaint yaitu belum, sedang, dan selesai. Status tersebut didapatkan melalui konfirmasi dari pihak yang dituju. “Kalau ternyata jawabannya temen-temen sarpras sudah direnovasi tanggal sekian, kan statusnya selesai ya. Jadi nanti aku sampaikan ke aplikasi E-Complaintnya kayak gitu persis. Itu biasanya nanti PIDK baca. Berarti statusnya itu close, selesai. Tapi kalau misalnya masih proses renovasi nanti ada tulisannya di aplikasi E-Complaint tulisannya sedang. Tapi kalau belum tak jawab, tapi walaupun belum diselesaikan ya statusnya belum. Jadi ada belum, sedang, dan selesai,” imbuh Dewi.

Tidak ada batasan jumlah penanganan aspirasi yang didapat melalui E-Complaint, semua aspirasi yang masuk akan tetap disampaikan kepada Dekan dan ditindaklanjuti. “Ya satu-satu aku print misalnya 100, ya print 100 semua. Jadi ya, mungkin ya, biar pimpinannya (Dekan, red) juga tau kalau ini serius,” ungkap Dewi.

Perihal penindaklanjutan E-Complaint, Heru Nurwasito, Wakil Dekan I FILKOM menambahkan bahwa penanganan yang diberikan akan memiliki perbedaan sesuai dengan aspirasi dan unit yang bersangkutan. “Permasalahan sangat bermacam-macam dan penanganannya tentu saja berbeda-beda karena unitnya, unit berbeda. Masalah itu nanti disetujui atas masukkan komplain itu memang relatif,” jelasnya. Beliau juga menjelaskan bahwa ada pencatatan untuk penindaklanjutan terkait aspirasi yang masuk dalam E-Complaint. “Sementara untuk yang dikomplain tidak ada history atau tracking prosesnya. Tapi dari administrasi (PIDK, red) ada di sekretariat, mereka akan mencatat apakah sudah solve apa belum,” tambahnya.

Pencatatan penindaklanjutan aspirasi merupakan inisiatif dari operator FILKOM yang dilakukan untuk memberi informasi kepada Dekan terkait aspirasi yang belum terjawab. Pihak PIDK juga terus memantau perkembangan penindaklanjutan dari setiap fakultas. “Kalau SOP-nya tidak ada, tiap melaporkan ke Dekan beberapa bulan sekali, enam bulan sekali, setahun sekali itu nggak ada. Tapi biasanya kalau dari aku, operatornya sendiri, setiap akhir tahun daftar komplainkomplain yang belum terjawab kita sampaikan ke Dekan. Kalau Dekan kan taunya sudah ditangani sama bawah ya minimal ke KTU. Jadi yang sering ngingatkan ya PIDK. Jadi PIDK nanya ke masing-masing fakultas,” ujar Dewi.

Selain E-Complaint, BEM FILKOM memiliki program kerja yang juga berguna untuk menjaring aspirasi mahasiswa FILKOM, yaitu Lapor BEM. Proker berbasis web ini berada di bawah naungan Kementrian Advokesma BEM FILKOM. Pahlevi Muhammad, Menteri Advokesma BEM FILKOM mengungkapkan adanya Lapor BEM ini digunakan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi pada mahasiswa FILKOM. “Bedanya kalau sama E-Complaint kan kadang mahasiswa itu ngisi E-Complaint, ngisi sendiri tanpa sepengetahuan kita. Jadi gunanya, kita juga biar tahu masalah mahasiswa seperti apa,” jelasnya. Dalam tahapannya, Kementrian Advokesma melakukan penjaringan terhadap laporan permasalahan yang masuk, sebelum dilaporkan ke dekanat. “InsyaAllah kita cek setiap harinya ada info masuk atau belum. Kita ambil, lah biasanya ada saran yang aneh-aneh, kritik-kritik gitu. Lah itu mungkin kita rangkum dulu semua dan yang perlu kita pertimbangkan, kita rapatkan. Mungkin kalau udah nemu jawabannya kita laporkan,” tambahnya.

Aruf Hakim selaku administrator Lapor BEM mengaku bahwa penggunaan E-Complaint akan tetap dilakukan apabila aspirasi dari mahasiswa yang disampaikan ke dekanat tidak kunjung ditindaklanjuti. “Seumpama tidak ditindaklanjuti, kita pakai E-Complaint. Itu manjur memang, beberapa mengisi langsung ditindaklanjuti,” tuturnya. Tak hanya melalui Lapor BEM, ia juga menyampaikan bahwa adanya Aspiration Day yang merupakan proker dari DPM untuk mewadahi aspirasi mahasiswa.

Berbeda dengan E-Complaint dan Lapor BEM, Aspiration Day menggunakan kuesioner sebagai media pengumpul aspirasi mahasiswa yang dilaksanakan dua kali, yaitu sebelum LPJ tengah dan akhir periode. Renaldi Muhammad selaku Ketua Komisi Aspirasi DPM FILKOM mepaparkan fungsi dari Aspiration Day ialah agar dekanat mengetahui mahasiswa yang mengeluh tidak hanya perorangan, melainkan sebagian besar mahasiswa FILKOM. “Nah di situ (E-Complaint, red) kalau login dulu kan ibaratnya kayak perorangan kan. Nah aku maunya kan kita kumpulin untuk ratusan mahasiswa, ya kita kumpul kalau emang yang membutuhkan sarana prasarana ya segitu, itu kita majukan ke birokrat. Cuman kalau aku tekenin di Aspiration Day ini kita jemput bola. Jadi mahasiswa ya nggak perlu repot-repot gitu buka website segala macam kalau misalkan ada masalah,” jelasnya. Ia juga mengakui masih belum mengerti terkait sistematis penanganan permasalahan melalui E-Complaint. “Aku pernah isi E-complaint juga kan. Cuman kalau menurutku lebih lamban responya menurutku dan kita juga nggak tau sejauh mana aspirasi kita itu. Dan sudah ditangani apa belum juga nggak tau.” tutupnya. (nh, kr)