DISPLAY – Pada aksi Hari Pendidikan tahun ini, kumpulan massa yang menamai dirinya sebagai Aliansi Brawijaya Menggugat Jilid II kembali membawa tuntutan yang akan diajukan kepada pihak rektorat. Dari 6 tuntutan yang dibawa pada aksi kali ini, penolakan terhadap PTN-BH kembali masuk kedalam tuntutan yang dibawakan tersebut. Aliansi kembali membawa satu poin tuntutan yang berisikan penolakan PTN-BH dan menuntut pemberian transparansi informasi kajian dari Tim Khusus PTN-BH UB.

Tuntutan penolakan PTN-BH kembali diajukan karena kurangnya transparansi data terhadap evaluasi PTN-BH dari pihak Tim Pengkaji UB. Anggit Chalilur Rahman, Menteri Kebijakan Publik BEM FILKOM, menanggapi bahwa hingga saat ini belum ada transparansi terkait data evaluasi persiapan PTN-BH dari Tim Senat UB. “Salah satu tuntutannya setelah ada kata-kata menolak, terus itu ada juga permintaan untuk minta data evaluasi dari Tim Senat. Ketika teman-teman mahasiswa sudah megang data evaluasi PTN BH, kita bisa tahu sejauh mana sih persiapan UB dengan PTN BH,” tuturnya. Ia juga menerangkan pandangannya terkait kurangnya transparansi data sebagai tolak ukur untuk menyetujui atau menolak peralihan status UB menjadi PTN-BH. “Tapi untuk pada saat ini, kita harus sadar kalau misalkan kita menerima, kita juga nggak tau persiapan UB sejauh mana, maka kita memutuskan untuk menolak,” tambahnya.

Sebagaimana hasil Aksi Hari Pendidikan pada tahun sebelumnya, tuntutan akan PTN-BH sekali lagi tidak mendapat kesepakatan. Tuntutan yang dibawakan oleh aliansi kali ini mengalami penambahan redaksional mengenai sikap rektorat yang akan membentuk tim serta mengadakan pertemuan bersama antar mahasiswa dan Tim PTN-BH UB dengan diberikan transparansi data dan SK Rektor. “Tuntutan kedua, tentang PTN-BH, itu dinyatakan bahwa nanti akan dibentuk sebuah tim riset bersama dengan mahasiswa dengan SK, jadi dibentuknya itu dengan peraturan juga,” ungkap Novada Maula Purwadi, Negosiator Aliansi dari Komite Pendidikan UB.

Bersama dengan jajaran rektor dan senat UB, Heri Al Ghifari selaku Menteri Koordinator Pergerakan EM UB membacakan hasil negosiasi di depan aliansi mahasiswa. Respon cukup positif datang dari massa aksi, salah satunya dari Yohanes Wisnu Dharmesa, Ketua Umum UKM FORDIMAPELAR UB yang juga selaku massa aksi. “Kalau aku melihat, hasil negosiasi dengan pihak rektorat mampu membuat perubahan yang menguntungkan mahasiswa selama ada pengawalan dari aliansi itu sendiri. Apabila tidak ada pengawalan, maka hasil negosiasi tadi kurang lebih ialah butiran debu saja,” jelas mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potilik angkatan 2015 ini.

Dalam mengawal kelanjutan dari tuntutan terkait PTN-BH, aliansi mahasiswa telah mempersiapkan kajian data dari segi hukum untuk mempertahankan status UB sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Novada menjelaskan dasar yang dapat digunakan untuk mempertahankan status UB tertera pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 88 Tahun 2014 tentang Perubahan PTN menjadi PTN-BH. Dimana prakarsa untuk mengubah status PTN menjadi PTN-BH berasal dari menteri yang menurut Novada dianggap Pak Bisri sebagai mandat. Ia juga menjelaskan bahwa pada pasal 9 ayat 3 tertera perihal PTN menyetujui perubahan PTN menjadi PTN Badan Hukum. “Nah ini yang harus digaris bawahi. Dalam hal PTN meyetujui, dengan kata lain dapat tidak menyetujui,” jelas Novada.

Walaupun massa aksi tahun ini tidak sebanyak pada aksi tahun lalu, melihat semangat massa yang cukup besar dalam menolak peralihan status tersebut Novada yakin bahwa penolakan mahasiswa terhadap PTN-BH dapat mencegah peralihan status UB menjadi Badan Hukum. “Katakanlah PTN-BH ini problem yang benar-benar urgent di kalangan mahasiswa. Saya harap juga semangat ini bisa menular ke kawan-kawan yang lain, bahwa tidak ada pesimisme lagi dalam menyikapi PTN-BH. Bahwa PTN-BH harus ditolak sepenuhnya karena ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak,” tutupnya. (alf,ifi)