DISPLAY – Sabtu (21/09) telah diselenggarakan acara yang bertajuk “Hoax Busting and Digital Hygiene” oleh Google News Initiative yang bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Malang. Google News Initiative merupakan usaha yang diadakan Google untuk membantu kerja jurnalis dalam membuat produk berita dunia digital. Acara yang dihadiri oleh 72 peserta itu menghadirkan pembicara dari Google News Initiative Training Network, Deni Yudiawan serta perwakilan AJI Malang, Eko Widianto yang bertempat di Fakultas Teknologi Informasi Universitas Merdeka Malang.
Acara ini bukan pertama kalinya digelar, namun kali ini pelaksanaannya dilakukan serentak secara langsung pada 20 kota di Indonesia. Dalam penyelenggaraannya, AJI bekerja sama dengan Google untuk kemudian pengelolaan acaranya diserahkan kepada PPMI nasional. PPMI nasional kemudian menyerahkannya kepada PPMI wilayah masing-masing. “AJI itu menyerahkannya ke PPMI nasional, terus PPMI nasional dilemparkan ke seluruh PPMI kota sama dewan kota. Itu siapa saja yang menyanggupi, dari puluhan PPMI kota, dewan kota yang sanggup itu cuman 13,” tutur Mohammad Khalid selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPMI Kota Malang.
Acara yang berdurasi sekitar tiga setengah jam ini berisi materi bagaimana cara membedakan disinformasi dan misinformasi, serta cara melakukan cek fakta dengan menggunakan berbagai fitur yang disediakan oleh Google, seperti Google Search, Google Image, dan Google Street. Peserta melakukan praktik langsung penggunaan fitur tersebut di komputer yang disediakan oleh panitia. Selain penyampaian materi serta praktik, terdapat juga sesi tanya jawab dan analisis kasus yang diberikan oleh pemateri.
Deni mengungkapkan kesenangannya karena mahasiswa merupakan generasi yang penyerapan materinya cenderung cepat dan tidak gagap teknologi (gaptek). “Sebetulnya saya sangat senang kalau bergaul dengan mahasiswa, karena nangkapnya cepat, terus tidak gaptek,” ujarnya. Ia kemudian menambahkan bahwa saat ini yang menjadi tantangan para trainer adalah untuk menjangkau kalangan lainnya seperti kaum manula. “Tantangan terbesar yang sekarang kita lakukan, para trainer ini, adalah menembus ibu-ibu dan pengajian. Dan tadi kaum-kaum manula atau keluarga yang sudah sepuh. Jadi saya pribadi sekarang menargetkan roadshow-nya dari masjid ke masjid. Jadi kalo dulu pengajian membedah ayat, membedah hadis, setelah itu diselipkan bagaimana mendapatkan pengetahuan supaya mereka juga sadar. Meningkat literasi digitalnya,” tutupnya. (neo, ozp)