DISPLAY Mahasiswa yang sedang menempuh semester akhir perkuliahan semester 8 keatas bisa mendapatkan pengurangan biaya uang kuliah tunggal (UKT). Hal ini tentunya berlaku juga untuk mahasiswa FILKOM program sarjana sesuai dengan Peraturan Rektor 59 Tahun 2017 pasal 2 ayat 1 yang di dalamnya berbunyi bahwa dekan memberikan keringanan pembayaran UKT bagi mahasiswa pada program sarjana mulai tahun angkatan 2013. Serta dalam pasal 2 ayat 2 dimana keringanan pembayaran UKT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan per semester kepada mahasiswa program sarjana yang aktif secara akademik mulai semester 9 sampai akhir masa studi.

Suprapto, S.T, M.T selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan FILKOM mengungkapkan bahwa penurunan UKT dapat diterima bila mahasiswa melakukan pengajuan dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria untuk mahasiswa yang dapat mengajukan penurunan UKT diantaranya adalah mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi dan hanya mengambil 2 mata kuliah, atau mengambil 3 mata kuliah termasuk Praktek Kerja Lapangan (PKL). “Tapi kalau mahasiswa ambil mata kuliah banyak, masih ada 4 mata kuliah, itu masih tagihan normal biasanya. Iya jadi 4 plus skripsi,” terangnya.

Alur pengajuan penurunan UKT ini dibuka pada tanggal 16 Juli hingga 20 Juli 2018 lalu melalui advokesma BEM FILKOM, dengan mengumpulkan beberapa berkas persyaratan yang akan diajukan secara kolektif kepada pihak birokrat. Aulia Dwi Fitriani, Wakil Menteri Advokesma BEM FILKOM membeberkan bahwa pada tahap pengumpulan berkas terdapat lonjakan jumlah mahasiswa sebanyak 100% dari total saat pendataan awal yang hanya berjumlah 300 mahasiswa. “Di pendataan itu yang akan melewati semester 8 sekitar ada 300 orang, tapi begitu masuk pengumpulan berkas itu ada lebih sekitar 600 orang,” ungkapnya.

Menanggapi pelonjakan yang sampai 100%, Suprapto beranggapan hal ini terjadi karena faktor kumulatif dari mahasiswa yang sebelumnya telah mengajukan penurunan, kini kembali melakukan pengajuan lagi. Hal ini dikarenakan Peraturan Rektor yang berlaku mulai tahun 2017. “Otomatis angkatan yang 8 semester dari tahun 2017 itu angkatan 2013 atau 2014, jadi 2014 itu yang belum lulus otomatis akan mengajukan terus. Karena itu tidak bisa permanen, harus mengajukan lagi,” terangnya. Ia juga menambahkan bahwa pengajuan penurunan harus dilakukan setiap semesternya, karena penurunan UKT ini bukanlah penurunan kategori melainkan penurunan nominal. “Jadi kalau dia sedang skripsi itu turunnya adalah 1.000.000, kalau sudah skripsi sampai dengan P2, turun 1.500.000, kalau sudah skripsi dan semhas turun 4.000.000, kalau tinggal yudisium saja bayar 1.000.000,” tambah Suprapto. Ketetapan tersebut juga telah tercantum dalam pasal 3 ayat 2 dimana untuk kategori penurunan kembali pada kondisi akademik setiap mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat 1, antara lain meliputi perkembangan penyelesaian tugas akhir dan jumlah mata kuliah yang ditempuh.

Disamping itu, ada beberapa berkas pengajuan pada semester ini yang tidak diterima karena tidak sesuai dengan kriteria. Seperti kasus dimana terdapat 2 berkas milik mahasiswa yang sama namun nominal UKT yang tertera berbeda, hal ini dinilai menyulitkan pengecekan dari sisi administratif. “Jadi di kriteria penurunan itu 2 nama yang sama, alamat sama, NIM sama, tetapi nominal tagihan yang sekarang berbeda. Kemudian saya cek lagi, pengajuan yang kedua ternyata sudah masuk ke pengajuan yang pertama. Sehingga kemarin pengajuan yang kedua tidak saya proses karena administratif itu bingung,” ungkap Suprapto. Sementara itu, nominal UKT yang tidak tertulis juga menjadi salah satu alasan. Terutama untuk jalur bidikmisi yang memiliki perbedaan kebijakan terkait penurunan UKT ini. Pasalnya mahasiswa jalur ini menerima beasiswa hanya sampai semester 8 perkuliahan, sehingga apabila penerima bidikmisi ini tidak selesai hingga 8 semester, maka akan memungkinkan untuk dikenakan kebijakan yang berbeda dari fakultas. “Misalkan dia ternyata jalur bidikmisi, tagihannya 1.000.000 dan sudah P2 jadi dia turun 1.500.000. Kita mbayarkan lak an (membayari dong, red), kan nggak bisa seperti itu,” imbuhnya. 

Pengajuan langsung ke Wakil Dekan II juga bisa dilakukan jika memang situasinya sedang genting. Seperti halnya bagi mahasiswa yang sebelumnya masih berstatus P2, namun kini telah mendapatkan jadwal sidang. Statusnya dapat direvisi, maka turun dananya akan berbeda. “Misalnya gini, ketika dia mengajukan ke advokesma statusnya masih P2, ternyata dia sudah dijadwalkan sidang, kan kriterianya beda. Akhirnya dia disilahkan ambil kertasnya. Saya tarik, saya rubah statusnya dari sudah P2 menjadi terjadwal sidang. Jadi ya silahkan ambil berkasnya, direvisi berkasnya,” tutupnya. (nh, neo)