Universitas Brawijaya merupakan salah satu perguruan tinggi yang dinobatkan menjadi kampus inklusif dan ramah disabilitas di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Pusat Studi dan Layanan Disabilitas di bawah Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Brawijaya yang memfasilitasi dan membantu teman-teman mahasiswa disabilitas di lingkup Universitas Brawijaya. Maka dari itu, diperlukan peran yang penting dari masing-masing fakultas, infrastruktur, fasilitas supaya kebijakan UB sebagai kampus inklusif ini dapat terealisasikan dengan baik.

Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM UB) pun turut mendukung dalam merealisasikan Universitas Brawijaya sebagai kampus inklusif dan ramah disabilitas. FILKOM memberikan fasilitas yang secara khusus untuk teman-teman difabel sehingga mudah bagi mereka untuk melakukan mobilisasi ataupun mengikuti kegiatan perkuliahan luring dalam sehari-hari. Contoh dari fasilitas tersebut adalah ramp, toilet khusus yang lebih luas, lift, dan sebagainya. 

“Dari sisi aksesibilitas difabel, kami sudah mengupayakan untuk masuk ke area-area kami dengan adanya jalur khusus ramp. Bahkan desain gedung kami yang di GKM itu ada ramp khusus difabel yang letaknya ada di sebelah selatan. Dan kamar mandi kami di GKM, Gedung G, dan Gedung F lantai 1 sudah disediakan kamar mandi khusus difabel dengan tempat yang lebih luas untuk memudahkan pergerakan mahasiswa  difabel. Tapi untuk akses ke lantai-lantai atas seperti di Gedung F, kami masih mengandalkan lift saja.”

Dalam proses perkuliahan, FILKOM sendiri belum menyediakan model pembelajaran secara khusus untuk mahasiswa difabel karena dari PSLD telah menyediakan pendamping bagi teman-teman disabilitas. Agus Wahyu Widodo selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Keuangan, dan Sumber Daya mengungkapkan bahwa FILKOM akan terus mendukung Universitas Brawijaya menjadi kampus inklusif dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana yang ramah disabilitas. Oleh karenanya, di setiap gedung yang nantinya dibangun di area FILKOM akan disediakan ramp supaya memudahkan teman-teman difabel untuk melakukan mobilisasi. 

“Bukan hal yang murah buat desain gedung seperti itu. Itu menunjukkan bahwa kami peduli terhadap mereka. Meskipun jumlah dari mahasiswa difabel di FILKOM hanya sedikit, tapi kami peduli dengan cara membangun gedung mengikuti standar nasional,” pungkas Agus.