DISPLAY – Ujian Akhir Semester (UAS) Genap FILKOM yang sebelumnya dijadwalkan pada tanggal 28 Mei – 8 Juni 2018 dimajukan menjadi tanggal 21 Mei – 31 Mei 2018. Hal ini dikarenakan adanya Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) Universitas Brawijaya 2018. Majunya jadwal UAS ini juga telah diumumkan kepada mahasiswa dan civitas akademik melalui website FILKOM. Heru Nurwarsito selaku Wakil Dekan I membenarkan bahwa majunya jadwal UAS memang dikarenakan adanya akreditasi. “Iya, itu dimajukan karena target semua nilai ujian semester harus masuk maksimal tanggal 11 Juni, karena deadline dari akreditasi institusi universitas dimana digunakan dalam penilaian,” terangnya.

Dengan dimajukannya jadwal UAS, pelaksanaan kuliah semester genap yang harusnya dijadwalkan hingga 25 Mei 2018, dipersingkat hingga 18 Mei 2018. Jadwal perkuliahan pun akhirnya harus berkurang sebanyak satu pertemuan, karena itulah pihak akademik kemudian mengharuskan semua dosen dan mahasiswa untuk mengganti pertemuan itu dengan mengadakan kelas tambahan. “Mahasiswa dan dosen jadi harus menambah (pertemuan, red) kuliah. Kan biasanya kuliah itu 14 kali atau 28 kali, karena ujian dimajukan maka minggu terakhir kuliah dimajukan. Jadi ada tambahan waktu untuk menggenapi pertemuan dan dilaksanakan diluar tanggal merah pada 9 April sampai 18 Mei,” tambah Heru.

Menurut Adam Hendra Brata, salah satu dosen FILKOM, instruksi ini memang ditujukan untuk seluruh fakultas di Universitas Brawijaya. “Kan kita punya pertemuan hanya enam tapi tetap harus ada tujuh pertemuan jadi nambah pertemuan. Harusnya ga seperti itu kan, ini instruksi dari pusat karena ada akreditasi perguruan tinggi. Bukan cuma FILKOM, tapi keseluruhan UB,” terang Adam.

Kuliah yang dipersingkat ini dirasa cukup memberatkan bagi mahasiswa, karena banyaknya tanggal merah di Bulan Mei mengakibatkan sulitnya mencari kelas pengganti kuliah. Akhmad Rohim, salah satu mahasiswa Teknik Informatika 2015 mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang sedikit dipaksakan. “Soalnya banyak dosen yang nyari kelas pengganti namun malah kelasnya bertabrakan dengan kelas lain, saya datang di salah satunya, ga keduanya,” ungkap mahasiswa yang akrab disapa Ochim ini. Terkait dengan hal ini, Adam mengatakan bahwa setiap dosen memiliki kebijakan sendiri untuk kelas pengganti. “Jadi setiap dosen itu punya kebijakan masing-masing. Misalnya anggaplah teman-teman malam ini ada kelas lain yang bentrok, biasanya dosen suka okelah, ikut kelas yang satunya saja, terus yang kelas ini ga usah masuk, terus materinya teman-teman bisa baca sendiri,” tambah Adam.

Selain sulitnya mencari kelas pengganti, kebijakan ini menurut Ochim juga merugikan mahasiswa karena banyak materi yang tidak bisa didapat. “Banyak materi yang ga bisa didapetin, walaupun absensi tetep penuh. Seharusnya dapat ilmu yang lebih, tapi malah enggak. Akreditasi sih bagus, namun jangan mengorbankan mahasiswa, dosen juga keteteran. Tapi tolong lebih disiapkan, jangan sampai kepotong sehingga mahasiswa merasa dirugikan. Kalaupun rugi jangan terlalu banyak, ini kan dimajukannya juga lumayan,” ucap Ochim lagi.

Bukan hanya mahasiswa, para dosen juga mengaku bingung dan kewalahan karena harus membuat soal UAS serta meng-input nilai mahasiswa lebih awal. “Dosennya juga bingung, soalnya waktu ngumpulin tugas juga harus ngasih nilai, jadinya maju semua kan. Sekarang harus ngurus akreditasi, sudah disuruh bikin soal UAS lagi. Dijalani saja lah,” tutup Adam. (cis, ph)