DISPLAY – UTS alias Ujian Tengah Semester adalah ujian yang rutin dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer (FILKOM) pada pertengahan semester. Namun, ada yang berbeda pada pelaksanaan UTS semester genap kali ini, yaitu adanya kebijakan baru yang mewajibkan mahasiswa membawa KRS (Kartu Rencana Studi) yang telah ditandatangani oleh dosen pembimbing akademik, bukan hanya KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Hal ini dibenarkan oleh Yohanes Setiawan selaku staf akademik FILKOM, “Benar, membawa KRS yang sudah ditandatangani,” jawab Yohanes ketika ditanyai awak DISPLAY mengenai konfirmasi kebijakan tersebut.      

Fungsi KRS dalam pelaksanaan ujian, dibutuhkan untuk memastikan apakah mahasiswa yang mengikuti ujian sudah melakukan validasi terhadap mata kuliahnya. “Untuk mengecek sudah valid atau belum, kan ada saja mahasiswa, kita sudah kasih pengumuman ternyata itu nggak dicek juga validasinya. Jaga-jaga nanti kalau pas UTS ternyata ada aja yang belum divalidasi. Bisa aja kan ada kemungkinan,” ujar Yohanes. Pada saat ujian, lembar KRS sendiri tidak diserahkan kepada pengawas, melainkan hanya diletakkan di atas meja untuk dilakukan pengecekan valid atau tidaknya mata kuliah yang diambil. “Dicek ya mungkin nanti di atas meja disediakan,” ucap Yohanes ketika disinggung mengenai prosedur penggunaan KRS saat ujian.

Dalam pelaksanaan UTS, mahasiswa juga akan diberi sanksi apabila tidak membawa lembar KRS, sama halnya ketika tidak membawa KTM. Ketentuan tersebut dikutip dari pernyataan Wakil Dekan I FILKOM UB, Heru Nurwasito. “Seharusnya sanksinya sama seperti KTM (tidak membawa KTM, red) harus ke ruang panitia ujian,” jawab Heru ketika ditanya mengenai sanksi yang akan diterapkan.

Pemberitahuan mengenai kebijakan baru ini sudah disebarkan ke seluruh mahasiswa FILKOM melalui banner yang di pasang di parkiran belakang maupun di gazebo. Namun kebijakan tersebut nyatanya belum banyak diketahui oleh mahasiswa FILKOM, seperti yang diakui oleh Mokhamad Zukhruf Mifta Al Firdaus, “Nggak tau (KRS, red) kalau harus dibawa,” ujar mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2015 tersebut. Tidak jauh berbeda dari temannya, Akhmad Rokhim yang juga tidak mengetahui informasi tersebut, “Nggak tau, saya belum baca (banner, red),” ungkap Rokhim yang akrab disapa Ochim.

Mayoritas mahasiswa juga keberatan mengenai kebijakan baru ini, menurut mahasiswa yang akrab disapa Zukhruf, membawa kertas berlebih pada saat ujian membuatnya repot. “Soalnya aku sendiri bawa kertas A4 itu ribet, sudah banyak kertas di meja untuk ujian, tambah KRS lagi,” jawab Zukhruf. Ia juga menambahkan bahwa dengan menempatkan KRS, IP (Indeks Prestasi) yang merupakan suatu hal privasi bagi mahasiswa dapat terlihat. “Kan kalau KRS itu ada IPK-nya (Indeks Prestasi, red), IPK itu sesuatu hal yang pribadi, jadi nggak enak aja gitu,” tambahnya. Ochim juga kurang menyetujui adanya kebijakan baru tersebut, karena dikhawatirkan bahwa KRS yang sudah ditandatangani akan hilang, “Takut hilang aja sih kalo dibawa-bawa (KRS, red).”

Sedangkan untuk UAS (Ujian Akhir Semester), kebijakan membawa KRS ketika ujian ini belum bisa dipastikan akan diberlakukan kembali atau tidak. “Belum tau kalau itu, kemungkinan kalau pimpinan bilang sama, ya sama, kalau bilang tidak, ya kita juga tidak,” tutup Yohanes. (syg, rfd)