Penggunaan e-vote perdana pada PEMIRA UB 2015, Rabu kemarin (16/12), ternyata mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala tersebut adalah software yang berulang kali error hampir di setiap TPS yang ada di Universitas Brawijaya. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi jumlah mahasiswa yang menggunakan hak suaranya.

Di TPS 23 FILKOM contohnya, antusiasme mahasiswa FILKOM mengalami penurunan daripada PEMIRA tahun lalu. Terbukti dengan hasil suara sah dari TPS 23 yang hanya berjumlah 647 suara. Penurunan yang sangat drastis mengingat tahun lalu yang dapat mencapai 1.164 suara, hampir dua kali lipat dari tahun ini. Upaya penambahan waktu dua jam yang dilakukan pihak Rektorat dan DPM pun tidak cukup untuk mendongkrak jumlah pemilih tersebut. Ketua Himasiskom, Rahmat Eko Prasetyo mengatakan selain karena error yang terjadi saat jam istirahat kuliah, sosialisasi yang kurang dari panitia juga menjadi penyebab turunnya IMG_20151216_110640antusiasme mahasiswa FILKOM untuk mem-vote. “Hanya disosialisasikan ke panlok, panwas dan lembaga H-1,” ungkap mahasiswa yang akrab disapa Gopras saat ditemui DISPLAY usai pemilihan kemarin.

Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS., mengungkapkan bahwa error tersebut terjadi dikarenakan spesifikasi hardware di tiap TPS yang tidak memenuhi kriteria untuk menjalankan software e-vote. “Errornya itu sarana prasarana tidak sama. Kemampuan masing-masing laptop berbeda sehingga sistem menyesuaikan itu (e-vote,red) makanya ada masalah,” ungkap Arief. Selain permasalahan tersebut, beredar juga isu bahwa pengerjaan software e-vote itu sendiri hanya dilakukan selama lima hari. Arief sendiri membenarkan isu tersebut dengan sedikit koreksi, “Bisa jadi dapatnya (pengerjaan software, red) mungkin semingguan,” terangnya.

Terlepas dari permasalahan yang ada, Arief mengatakan penggunaan e-vote ini setidaknya dapat membanggakan UB, meski pada akhirnya PEMIRA UB 2015 mengalami penurunan suara sekitar 2000 suara dibanding tahun lalu. Tahun lalu total suara PEMIRA mencapai 13.599 suara dibanding tahun ini sebanyak 11.597 suara. Awalnya UB sempat diremehkan oleh UI karena dianggap baru bisa mengimplementasikan e-vote tahun depan. “Pak Rektor sangat mendukung dan harus sekarang, kalau ditunda lagi, nanti tahun depan tunda lagi tunda lagi. Nah kalau kita lihat jumlah, tahun lalu itu totalnya informasi yang didapat hampir 12 ribu atau 13 ribu. Nah sekarang kalau 15.597 dengan yang absen berapa ratus tadi itu kan mendekati yang lalu, artinya hasil ini bisa dipertanggung jawabkan dengan tadi,” klaim Arief. Bercermin dari kemampuan hardware antar TPS yang berbeda, Arief mengatakan bahwa PEMIRA pada tahun 2016 selanjutnya akan lebih sempurna. “Kalau tadi itu semua laptop dari fakultas tidak sama, kita menyamakan speknya (hardwarenya, red),” janji Arief.

Terkait penggunaan e-vote perdana ini, ada berbagai respon berbeda dari para mahasiswa yang berhasil ditemui DISPLAY. “Saya ingin memberikan hak suara untuk kemajuan UB dan saya rasa lebih nyaman menggunakan pencoblosan manual dibandingkan dengan berbasis e-vote disebabkan errornya aplikasi,” ujar Alan Maulana Hanif. “Dengan adanya sistem e-vote lebih cepat dan lebih efisien, hanya saja rekap data yang telah memilih masih bentuk manual itu yang disayangkan, kalau masalah eror mungkin karena baru pertama kali dan di tahun depan bisa diperbaiki,” tutur Muhamad Faisal, Informatika 2013. ”Lebih enak pakai yang sekarang, karena simple dan mudah dimengerti,” ungkap Stiva Tampubolon, Sistem Komputer 2013.

(ras, mgn)