DISPLAY – Dialog terbuka calon rektor Universitas Brawijaya pada Senin (5/3) lalu diwarnai dengan penandatanganan nota kesepahaman dari aliansi BEM se-UB untuk para calon rektor. Nota kesepahaman yang ditandatangani oleh EM UB, 13 BEM Fakultas, dan DPM FTP tersebut berisi 6 aspirasi bagi para calon rektor jika nantinya terpilih menjadi rektor UB. Namun, dari aliansi BEM se-UB yang menandatangani nota kesepahaman tersebut tidak terdapat tanda tangan dari BEM FIA.

Hal ini kemudian dijawab oleh Arfian Ardhitama, Menteri Kajian Strategis BEM FIA UB 2018 melalui akun media sosial LINE pribadinya yang sudah dibagikan sebanyak 255 kali hingga berita ini diterbitkan. Dalam postingannya, Arfian memaparkan bahwa BEM FIA merasa ada inskonsistensi dalam nota kesepahamanan tersebut. Terutama pada poin kelima yang berbunyi “Bahwa rektor terpilih akan mengawasi dan mengevaluasi serta membenahi sistem PTN-BH Universitas Brawijaya, sehingga tidak merugikan civitas akademika Universitas Brawijaya”.

Menurut Arfian, BEM FIA merasa poin ini tidak sejalan dengan perjuangan mahasiswa UB sebelumnya yang giat untuk menolak penerapan sistem PTN-BH di UB. ”Kalau pandangan dari BEM FIA itu, PTN-BH itu ndak sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional. Jadi memang harus ditolak mentah-mentah,” tegasnya.

Selain itu, Arfian juga menilai bahwa nota kesepahaman tersebut masih belum sesuai dengan Ilmu Administrasi Publik yang bersifat normatif dan dijabarkan secara terperinci. “Dari (BEM, red) FIA itu mengusulkan untuk dengan menerbitkan SK keterbukaan informasi publik di seluruh elemen Universitas Brawijaya,” jelasnya. Selain itu kelemahan lain dari nota kesepahaman tersebut bagi Arfian adalah tidak adanya materai yang membuat nota kesepahaman tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. “Jadi percuma aja kalau kita nuntut walaupun dari pihak rektorat itu mengelak secara hukum gapapa,” pungkasnya.

Pernyataan BEM FIA tersebut kemudian ditanggapi oleh Ibrahim Ad’ha, Dirjen Kebijakan Nasional EM UB terkait inkonsistensi sikap PTN-BH dengan menyatakan bahwa bukan tidak mungkin kedepannya Universitas Brawijaya akan menjadi kampus dengan sistem PTN-BH. Ibrahim sendiri menyebutkan bahwa lingkar kastrat tetap menolak PTN-BH. “Dari lingkar kastrat itu, kita semuanya sepakat bahwa poin kelima ini adalah tujuannya menolak walaupun memang mungkin ada orang melihat ada yang beda. Masalah redaksional aja,” ungkapnya.

Ibrahim juga menjabarkan bahwa redaksional nota kesepahaman tersebut dibuat dengan fleksibel dan umum agar lebih bisa diterima oleh para calon rektor. “Nantinya, redaksional kita memang ada rencana untuk diperbaiki. Jadi untuk saat ini biar redaksionalnya seperti itu tapi nantinya, redaksional setelah ada rektor baru sudah terpilih kita naik lagi dan redaksionalnya kita perbaiki secara bersama-sama,” jelas Ibrahim.

Dari segi kekuatan hukumnya, Ibrahim berpendapat bahwa kekuatan hukum nota kesepahaman tersebut sudah cukup dengan saksi dan publikasi dimana yang menjadi saksi adalah khalayak umum terutama mahasiswa UB sendiri. “Jadi hukumannya walaupun dari segi hukum agak kurang, tapi saksinya itu banyak,” tutupnya. (rrt, iw, alf)