DISPLAY – Universitas pada umumnya memiliki lembaga eksekutif bagi mahasiswa di tingkat universitas. Di Universitas Brawijaya (UB), lembaga ini bertitel Eksekutif Mahasiswa (EM) dengan Presiden EM sebagai pemimpinnya. Namun, nama pemimpin yang seharusnya menjabat pada periode ini masih kerap dipertanyakan. Pasalnya, EM saat ini masih belum terlihat melalui demisioner dan belum ada nama yang dihasilkan dari Pemilihan Mahasiswa Raya (PEMIRA).
Farhan Azis selaku Presiden EM UB periode 2020 menjelaskan hingga saat ini belum ada perpanjangan masa jabatan dari pihak rektorat. “Untuk soal perpanjangan, kalau dari rektorat tidak ada ya, tidak ada, belum kelihat juga,” ujarnya. Pernyataan ini didukung oleh Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UB, Imaduddin Al‘Azzam. “WR (Wakil Rektor, red) III menyampaikan bahwa SK (Surat Keterangan, red) Rektor hanya sampai 17 Januari, dan setelah itu tidak lagi diperpanjang,” jelasnya. Dalam SK Rektor yang dimaksud pada tanggal 25 Januari 2021, tertulis bahwa masa kepengurusan EM dan DPM telah berakhir pada 17 Januari 2021, sehingga setelah tanggal tersebut, EM dan DPM tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kegiatan dengan mengatasnamakan EM dan DPM.
Meski begitu, bukan berarti status kedua lembaga tersebut tidak valid. “Untuk status EM dan DPM sampai saat ini dalam lingkup lembaga kedaulatan mahasiswa masih diakui, karena dari kemahasiswaan pun belum mengeluarkan surat keputusan pemberhentian atau demisioner dari EM dan DPM periode 2020, sehingga masih berlaku,” jelas Farhan. Imad menambahkan jabatan Presiden EM dan pengurus DPM mestinya sudah tidak berlaku secara formal, namun belum dilaksanakan pembahasan laporan pertanggungjawaban akhir maupun demisioner. Sehingga, selama hampir dua bulan terakhir ini keduanya sudah tidak lagi beroperasi dengan maksimal. “Sejak diselesaikan tidak lagi optimal dalam mengurusi kegiatan EM DPM,” ungkapnya.
Farhan menjelaskan bahwa di UB, pihak EM memang tidak begitu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pergantian kepengurusan. “Karena di UB itu terlalu parlementaria dalam artian eksekutif, dalam bahasa kasarnya dipangkas kewenangannya, otoritasnya, dan dibagi dengan pihak legislatif, sehingga ada balance of power kalau kita ngurusin hal-hal yang bersifat governance, program, kegiatan, advokasi,” ujar Farhan. Seperti diketahui, pelaksanaan PEMIRA kali ini diambil alih oleh kemahasiswaan UB, dengan jumlah mahasiswa yang berpartisipasi dalam penyelenggaraannya hanya berjumlah 15 orang.
Jumlah DPM UB yang akan menjabat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelumnya hanya berjumlah 13 orang, pada periode ini DPM meningkatkan jumlah anggotanya menjadi 17 orang yang terdiri atas 15 orang perwakilan dari tiap fakultas, satu orang perwakilan dari Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) UB Kediri, dan satu perwakilan Program Pendidikan Vokasi. Peningkatan jumlah ini ditentukan untuk menjamin keterwakilan masing-masing fakultas, PSDKU UB Kediri, juga Pendidikan Vokasi. Jika suatu fakultas tidak mengirim delegasi, maka posisi tersebut dapat digantikan dengan calon dari fakultas lain dengan perolehan suara terbanyak kedua, atau dikosongkan, kemudian akan dibicarakan lebih lanjut setelah mengevaluasi calon DPM yang mendaftar. Perubahan juga terlihat pada persyaratan pencalonan DPM. (baca juga: Sidang Ditunda, FILKOM Belum Tetapkan Wakil untuk DPM UB)
Sesuai dengan pengumuman yang telah disebarkan oleh tiap-tiap EM dan DPM fakultas, lini masa PEMIRA yang belum dipublikasikan ini telah dimulai dengan pendaftaran bakal calon Presiden/Wakil Presiden EM dan anggota DPM sendiri mulai 1-8 Maret 2021. (mad, una)