Kenaikan biaya Semester Pendek dari Rp. 100.000,00 menjadi Rp. 150.000,00 menuai berbagai macam reaksi dari kalangan mahasiswa FILKOM. Pasalnya selain mengalami kenaikan, pelaksanaan Semester Pendek kali ini juga memperbolehkan mahasiswa mengambil mata kuliah baru yang belum pernah diambil di semester-semester sebelumnya.
Ketidaksesuaian informasi yang diberikan Wakil Dekan I Bidang Akademik dengan pihak Keuangan, menyebabkan kerancuan informasi tentang biaya Semester Pendek. “Kemarin Advo BEM ke pak Heru menanyakan masalah biaya. Itu kok seratus lima puluh ribu, pak? dan beliau menjawab, itu yang netapkan bagian Keuangan. Akhirnya Advo pergi ke bagian keuangan, Pak Amin. Terus Pak Amin bilang, bukannya masih seratus? kok seratus lima puluh? Saya aja baru tau,” jelas Daniel selaku Menteri Advokesma BEM FILKOM.
Ketika dikonfirmasi ke bagian Keuangan, Moh. Amin, S.E selaku staff keuangan FILKOM mengatakan bahwa memang tidak tahu persis mengenai kenaikan biaya Semester Pendek. “Dari mahasiswa banyak yang kesini, tapi ternyata disini itu ndak tau persis. Tau-tau naik seperti apa itu ndak tau. Kita tanyakan kesana memang dari pimpinan,” jawab Amin. “Naiknya itu baru tau waktu anak-anak kesini, dari mahasiswa yang follow up kesini. Taunya dari akademik menginformasikan secara online itu. Memang kebijakannya dari pimpinan, bukan keuangan,” tambah Amin.
Baihaqy, Presiden BEM FILKOM ketika ditanya terkait hasil follow up mengatakan bahwa ada beberapa alasan kenapa biaya SP naik. “Tadi kan maju ke Pak Wayan, menanyakan terkait tentang SP, memang dekan sendiri ngomong kenapa kok dinaikkan, jadi alasan yang pertama adalah jumlah harinya bertambah. Jadi hari SP bertambah lebih lama dari tahun lalu. Yang kedua, alasannya disini adanya mata kuliah yang belum diambil tapi bisa diambil,” ungkap Baihaqy. “Terus akhirnya kita berdiskusi dan saling memberikan win-win solution. Win-win solutionnya adalah, Pak bagaimana kalau misalnya dikembalikan lagi SP-nya menjadi seratus ribu? dan pak Wayan sebenarnya sepakat-sepakat aja. Terus yang kedua, nanti misalnya ada yang ngambil mata kuliah baru itu memang harganya ditinggikan saja, karena kan adil toh ketika dia mengambil mata kuliah baru yang belum pernah dia ambil, terus dia ingin cepat lulus tapi dia mengambil SP. Jangka waktunya kan lebih sedikit. Harusnya membayarnya jangan dipukul rata semua, antara yang ngulang dengan yang tidak mengulang. Maka dari itu win-win solutionnya, jalan keluarnya nanti akan dirapatkan kembali oleh pihak pimpinan,” tambah Baihaqy.
“InsyaAllah pastinya bakal turun lagi ke seratus ribu. Karena memang normal sih kalo dengan harga seratus ribu dengan jangka waktu yang sekian lama untuk memperbaiki nilai, dan nilainya dapat menjadi A, ya normal. Kemungkinan (untuk yang tidak mengulang, red) seratus lima puluh ribu atau bahkan lebih dari seratus lima puluh. Itu sudah adil, kan adil gak harus sama,” ujar Baihaqy. (irf)