
Setelah selesainya gejolak Perang Dunia II, beberapa negara di Benua Asia dan Afrika, termasuk Indonesia menyadari bahwa betapa berbahayanya sebuah perang dingin. Hal itu membuat Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Ali Sastromidjojo mengajukan sebuah kerja sama antar negara di Asia Afrika tentang perdamaian dunia dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang dilaksanakan pada 23 Agustus 1953.
Pada tanggal 28 April–2 Mei 1954, diadakan Konferensi Kolombo atas undangan Perdana Menteri Sri Lanka, Sir John Kotelawala. Konferensi itu dihadiri oleh perdana menteri dari 4 negara lainnya, yaitu U Nu dari Birma, Jawaharlal Nehru dari india, Ali Sastroamidjojo dari Indonesia, dan Mohammed Ali dari Pakistan.
Dalam konferensi itu, Ali mengajukan dilakukannya pertemuan lagi di Bogor, untuk mempersiapkan sebuah kerja sama perdamaian. Selanjutnya, Pertemuan Bogor yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember–31 Desember 1954 itu menghasilkan keputusan bahwa Konferensi Asia Afrika (KAA) akan dilaksanakan di Bandung pada April 1955.
Bandung dipilih sebagai kota untuk melakukan konferensi karena infrastruktur serta fasilitas yang mendukung, seperti adanya Gedung Concordia yang pada masa Kolonial Belanda digunakan sebagai tempat perkumpulan eksklusif bagi kalangan elit pada masa itu. Selain itu, Gedung Dana Pensiun juga turut disiapkan sebagai tempat dilakukannya berbagai sidang konferensi.
Konfrensi Asia Afrika yang dilaksanakan pada 18 April 1955 ini dihadiri oleh 29 negara. Selain dihadiri oleh negara penyelenggara (Indonesia, India, Birma (Myanmar), Pakistan, dan Sri Lanka), peserta yang berasal dari berbagai negara lain juga turut hadir, diantaranya Afghanistan, Kamboja, Republik Rakyat Tiongkok, Mesir, Ethiopia, Ghana, Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Arab Saudi, Sudan, Suriah, Thailand, Turki, Yaman, Vietnam Utara, dan Vietnam Selatan.
Pada tanggal 19 April 1955, agenda dilanjutkan dengan pembacaan pidato dari ketua delegasi. Pada kesempatan itu, beberapa delegasi menyampaikan isi pidato sebagai berikut:
- Jepang: Peningkatan kesejahteraan bangsa asia afrika
- Jordan: Peserta KAA menjaga perdamaian dunia, khususnya palestina
- Liberia: Konferensi ini sebagai kebangkita bangsa asia afrika
- Pakistan: Meningkatkan hubungan ekonomi, politik, dan kebudayaan
- Filipina: Kebebasan berpolitik
- Syria: Meningkatkan perdamaian ditengah ketegangan dunia karena perang dingin
- Republik Rakyat Tiongkok: Keinginan mewujudkan “peaceful co-existance dalam hubungan international”
KAA pertama ini kemudian menghasilkan sebuah Dasasila Bandung yang berisi:
- Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB
- Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
- Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain
- Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
- Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain
- Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
- Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum), ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
- Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
- Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional
Isi dari Dasasila Bandung tersebut mengubah pandangan dunia tentang hubungan antar negara yang pada akhirnya juga mengubah struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB yang sebelumnya menjadi forum eksklusif barat dan timur, setelah KAA kemudian muncul pihak ketiga yaitu Gerakan Non-Blok untuk menahan perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Pengolah Data : Cut Dhania
Desain Grafis : Rida Erlangga