Oleh: Rafid A Pradana
Di hari yang cerah dan baik untuk bermalas-malasan, seperti biasa Momo menjatuhkan badannya nikmat di cabang favoritnya. Sembari mengambil pisang yang tak jauh dari jangkauannya, ia bergumam meniru bunyi dendangan dengan hati senang dan terus makan.
Momo adalah seekor monyet yang sangat senang dengan keadaan hutan yang ia tinggali. Hutan yang tentram, setidaknya dirinya merasa aman di atas cabang pohon tinggi yang penuh dengan buah dan makanan. Ia tak peduli dengan kawanan lain, toh tak ada yang pernah mengusiknya. Pohon yang ia tinggali itu tinggi sekali, siapapun yang berhasil menaiki dan mencoba untuk mengambil makanan di dekat pohon itu ia tak segan untuk melempar dan menyakitinya.
Tetapi ada sesuatu yang lain di hutan pagi itu. Di bawah pohon tempat tinggalnya, berkumpul kawanan hewan yang terdengar mengatakan sesuatu seperti “makhluk berderum”, “mencabut pohon”, dan “tempat tinggal”. Momo yang tak memiliki ketertarikan, ia melanjutkan kegiatan bermalas-malasannya dan tak menggubris apa yang ada.
Momo melompat kaget saat mendengar seekor katak berkata “Kita harus segera mengambil tindakan, mari kita bersatu dan membuat kawanan hewan yang kuat dan mencoba mengusir makhluk itu,” disertai anggukan para kawanan kelinci. “Untuk sementara kita harus bersatu dan berbagi makanan, karena hampir seluruh tempat tinggal beserta sumber makanan kita telah hancur,” lanjut salah satu kelinci dalam kawanan itu. Hal yang membuat Momo kaget bukan kepalang adalah saat semua kawanan di bawah pohonnya mengeluarkan suara “setuju” dengan kompak.
Tidak perlu menunggu waktu lama, Momo sudah merasakan adanya perubahan pada pohonnya. Pohon yang sebelumnya hanya menjadi miliknya seorang, sekarang sudah menjadi tempat tinggal dua atau tiga hewan lain. Momo kesal kenyamanannya terganggu, ia tidak bisa lagi mengusir atau mendorong mereka karena Hukum Hutan yang hakiki wajib dipatuhi seluruh makhluk di hutan.
Semua hal yang dulu bisa Momo dapatkan dengan mudah sekarang menjadi rumit, tentu hal ini membuat dirinya tidak senang. Berbagai cara sudah dilakukan untuk mengembalikan kenyamanannya yang dulu. Momo pun frustasi karena tidak ada cara yang berhasil. Kemudian ia memikirkan sebuah rencana yang tidak masuk akal, ia harus meninggalkan pohonnya yang nyaman untuk sementara waktu. Tetapi toh ia akan mendapatkannya kembali nanti, ia pun segera menjalankan rencana tersebut.
Rencananya adalah Momo akan mulai membaur mulai sekarang, ia mencoba untuk terus-terusan menampakkan muka di depan kawanan lain dan menunjukkan hal-hal yang baik dari dirinya, ia juga terus menerus menolong makhluk lain di hutan dan membuat dirinya mendapatkan simpati dari yang lain. Hal ini cukup berhasil, terbukti akhirnya ia menjadi salah satu orang yang didengarkan oleh kawanan lain, dalam sekejap ia menjadi orang penting dan terpercaya di hutan itu.
Setelah Momo dianggap orang penting di hutan, ia meminta pohon yang tinggi untuk dirinya sendiri. “Aku minta disediakan pohon tinggi agar aku dapat dengan mudah dan tenang memikirkan keselamatan kalian,” alasannya. Ia juga minta untuk dikirimi makanan setiap harinya. Kawanan hewan di hutan itu berbaik hati mengabulkan semua permintaan Momo yang selalu mendengarkan keluhan mereka. Walaupun hanya didengarkan, mereka menganggap Momo adalah seorang yang baik dan ia terus berjanji memikirkan hal-hal itu. Hanya sekali dalam seminggu Momo turun dari pohonnya dan mendengarkan berbagai keluh kesah para makhluk di hutan. Sisanya, selama 6 hari ia tak pernah terlihat dan tidak boleh ada yang mendekati pohonnya kecuali pengantar makanan.
Tiba-tiba aku terbangun dari lamunanku. Aku melamunkan cerita dongeng dari kakekku ketika aku masih kecil. Cerita tentang Momo si monyet hutan. Cerita itu sepertinya pernah kudengar mirip dengan kehidupan nyataku saat ini, tetapi aku lupa dimana dan kapan tepatnya. Ah sudahlah. Aku tidak bisa mengingatnya dan aku juga mengantuk, ku matikan langsung layar televisiku yang masih menyala dengan berita “DPR Studi Banding ke Eropa, Lagi”.