Pantai selalu menjadi destinasi dialog Arka dengan kenangan. Setiap kali rindu mengetuk akal pikirnya, ia menyeret Arka ke tepi laut. Saat dunia pulang, pun dengan Sang Matahari— baik yang ia pandang maupun yang bersamanya ia dulu menghabiskan waktunya—memori dalam kepalanya bergejolak riuh, membakar sisa-sisa hari yang berjalan tanpa kehadiran Lila. Angin laut berembus lembut, melambai-lambai, menggoda rambutnya dan menyentuh wajahnya seperti sentuhan yang pernah Lila berikan, sentuhan yang kini hanya hidup dalam imajinasi yang hancur oleh waktu.
Setiap butiran pasir yang terbenam di antara jari-jarinya terasa seperti jejak-jejak kenangan yang tak mampu dihapus oleh air laut sekalipun. Laut di hadapannya bukan hanya hamparan air. Ia adalah cerminan dari perasaan yang selama ini tak terkatakan. Laut memiliki sifat yang sama dengan hati Lila: tak terbatas dan penuh dengan hal yang tersembunyi di balik permukaannya.
“Laut ini seperti kita, Arka. Penuh misteri yang tak mungkin dipahami oleh orang luar. Di sini ada sesuatu yang lebih dalam dari apa yang terlihat.”
Lila telah pergi, meninggalkan Arka bersama laut yang mereka cintai. Cinta akan selamanya hidup dalam hati mereka, setidaknya bagi Arka. Karena bagi Lila, ia tetap hidup. Sedang bagi Arka, dunianya telah redup.
Arka berbicara kepada laut, meski tak pernah mengharapkan jawaban. “Apakah kau juga merindukan aku, Lila?” suaranya serak oleh keheningan yang ia ciptakan sendiri. Namun, laut tak pernah menjawab, sama seperti Lila yang sekarang tak lagi bisa menjawabnya. Hanya ombak yang terus bergulung ke pantai, datang dan pergi, seperti perasaan yang terus hadir dan menghilang.
Ada sesuatu yang mendalam dalam cara Arka menatap lautan—sesuatu yang tak pernah ia katakan, bahkan kepada dirinya sendiri. Mungkin ia tak merindukan Lila sepenuhnya, mungkin ia merindukan bagian dari dirinya yang telah ia tinggalkan bersama Lila. Dalam lautan yang tak pernah diam ini, Arka menemukan serpihan dirinya yang hilang, terlarut dalam gelombang yang tak berujung. Ia merasakan bahwa lautan menyimpan semua percakapan yang tak pernah terjadi, semua perasaan yang tak pernah terucap, dan semua cinta yang tak pernah benar-benar lenyap.
Namun, cinta yang tersimpan dalam lautan ini tak lagi sama. Ia berubah, seperti ombak yang tak pernah tetap. Arka menyadari bahwa cinta yang ia rasakan bukanlah cinta yang hidup, melainkan cinta yang mati dalam kekosongan yang indah, seperti sebuah kapal karam di dasar laut yang terlupakan. Ia ada dalam hening, dalam keterasingan yang menyelubungi setiap sudut langit yang perlahan memudar.
Matahari telah sepenuhnya pergi; Arka berteman dengan bayang sepi dan bulan yang tercermin di wajah laut. Di bawah langit malam yang gelap, Arka berbalik pulang, melangkah meninggalkan pantai. Selayaknya genggaman tangannya yang tak mampu untuk melepas perasaan sedihnya, pun juga dengan rindu yang tak terucap pada Lila, berdiam bisu dalam hatinya.