Oleh: nn
(Berdasarkan cerita rakyat Jepang)
Pada suatu waktu di sebuah tempat di dataran utara Jepang, hiduplah seorang pemuda yang tinggal sebatang kara bernama Yosaku. Setiap harinya Yosaku mencari kayu bakar di pegunungan untuk dapat dia jual ke kota. Uang dari pencarian kayu bakar itu Yosaku gunakan untuk membeli makanan sehari-hari. Siklus kehidupan Yosaku terus berputar secara konstan pada titik itu, seolah tidak ada yang berubah dari kesehariannya.
Hingga pada suatu hari, ketika dia—Yosaku—tengah berjalan pulang dari kota setelah menjual kayu bakar, pria itu melihat ada sesuatu yang menggelepar di salju dengan penuh darah. Begitu Yosaku mendekatinya, pria itu menemukan seekor burung bangau terperangkap dalam jeratan pemburu. Terlihat jelas bahwa burung itu tengah meronta-ronta.
Yosaku yang terlihat iba pun segera melepaskan jeratan tersebut dari tubuh sang bangau. Seusai jeratan itu tanggal dari tubuhnya, si bangau tampak sangat bersemangat sekaligus berterima kasih. Sang bangau terbang mengelilingi Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke luar angkasa.
Jepang kala ini sedang membeku. Gelombang terlampau dingin yang berasal dari China, telah membuat negara-negara di Asia Timur dan Tengah mengalami musim dingin yang cukup ekstrem. Tak terkecuali Jepang yang tertimpa dampak angin kolosal asal si “tirai bambu”. Padahal beberapa bulan kelam, tatkala musim panas tiba, cuaca di Jepang sesuai dengan prognosis; panas dan dipenuhi debu, mengutip dari ungkapan Yosaku yang saat itu tengah berkelana di tengah panas untuk mencari kayu bakar.
Karena hawa yang terlampau dingin, tatkala Yosaku sampai di rumah, lelaki itu sontak menyalakan kompor tuanya dan segera menyiapkan makan malam. Memang benar cuaca dingin membuat perut jauh lebih mudah lapar. Baru saja menuangkan beras di pancinya yang sudah reyot, sebuah ketukan terdengar dari luar rumahnya.
Yosaku terperanjat, terakhir kali ada orang mengunjungi rumah tuanya adalah setahun yang lalu—kurang lebih. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Yosaku membuka pintu rumah. Tampak seorang gadis amat cantik berdiri di depan pintu, kepalanya dipenuhi salju. “Silakan masuk. Nona pasti kedinginan. Nona bisa menghangatkan diri di dekat tungku.” Spontan pria itu berkata.
Wanita itu mengangguk dan berjalan masuk dengan perlahan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Yosaku yang bingung pun melontarkan sebuah pertayaan. “Nona mau pergi ke mana, tepatnya?” Tanyanya.
“Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena lebatnya hujan salju, aku sangat tersesat. Bolehkah aku tinggal di sini untuk malam ini?”
“Oh, begitu. Tidak apa-apa, Nona. Tapi aku miskin, tidak punya tempat tidur dan makanan.” Jawab Yosaku dengan tegas.
“Tidak apa-apa, aku hanya ingin diizinkan untuk tetap.” Lalu Yosaku menunjukkan jalan ke kamarnya dan segera memasak makanan yang enak.
Tatkala Yosaku terbangun di keesokan paginya, gadis cantik itu sudah menyiapkan nasi untuk sarapan. Yosaku berpikir, bahwa dia mungkin akan segera pergi. Di situlah sang pria merasa sedih, Yosaku mungkin akan merasakan kesepian. Namun, entah nasib ini tergolong kabar buruk atau baik—salju di luar sana masih turun deras. Yosaku pun memiliki inisiatif. “Tetap di sini sampai salju reda.” Ujarnya pada sang gadis.
Setelah lima hari berlalu, badai salju mulai mereda. Namun gadis itu belum pernah menyebutkan namanya sekali pun pada Yosaku. Tanpa dikira-kira sebelumnya, gadis ayu itu berkata kepada Yosaku. “Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal di rumah ini.” Ucapnya. Tanpa berpikir lama, Yosaku pun dengan senang menerima permintaan wanita itu. “Mulai hari ini, panggil aku Otsuru.” Kata gadis itu.
Setelah menjadi istri sah Yosaku, Otsuru mulai mengerjakan pekerjaan rumah dengan serius. Sampai suatu hari, Otsuru bertanya kepada suaminya—Yosaku—untuk membelikannya benang karena dia ingin menenun di sela-sela kegiatannya.
Si cantik Otsuru mulai menenun dengan benang pemberian dari suaminya. Dia memberikan pesan kepada suaminya agar tidak mengintip saat Otsuru tengah menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar dari kamarnya. Kain tenun miliknya sudah jadi.
“Ini tenunan ayanishiki. Ketika dibawa ke kota pasti dijual dengan harga tinggi.” Jelas Otsuru sambil tersenyum. Saat menjualnya di kota, Yosaku tampak sangat senang bahwa kain tenun yang istrinya buat ternyata bisa dijual dengan harga yang sangat mahal. Sebelum pulang, Yosaku membeli berbagai barang untuk dibawa pulang.
“Terima kasih, istriku. Kita mendapat uang sebanyak ini berkat dirimu. Tapi sebenarnya para pedagang di kota menginginkan lebih banyak kain seperti itu lagi.” Papar Yosaku pada Otsuru.
“Baik, biar aku yang buat.” Balas Otsuru.
Kain itu selesai pada hari keempat, lebih lama dari kain tenun sebelumnya. Tapi sepertinya Otsuru menjadi tampak tidak sehat, dan tubuhnya menjadi jauh lebih kurus. Otsuru berkata pada suaminya untuk tidak memintanya membuat kain tenun lagi.
Sementara di perkotaan, pedagang meminta kain untuk tuan rumah Putri Kimono. Jika tidak dipenuhi, maka Yosaku akan dipenggal. Mau tidak mau, Yosaku menginformasikan hal itu pada istrinya. “Oke aku akan membuat lagi, tapi hanya satu untai ya.” Kata Otsuru.
Cemas karena kondisi istrinya yang semakin lemah dan kurus setiap selesai menenun, Yosaku pun berintensi untuk melihat ke ruang tenun istrinya. Namun, yang didapatinya saat itu sangat di luar dugaan. Yosaku sangat terkejut ketika ia melihat di ruang menenun, tampak seekor bangau dicabut bulunya untuk dianyam menjadi kain. Sehingga tubuh burung bangau itu nyaris gundul tak bersisa. Bangau yang tengah sibuk itu akhirnya menyadari bahwa dia tengah diperhatikan oleh Yosaku. Dalam sekejap, bangau itu kembali menjadi bentuk seorang manusia—tak lain adalah Otsuru. “Akhirnya kamu melihatnya juga.” Ucap Otsuru.
“Sebenarnya aku adalah bangau yang pernah kautolong. Untuk membalas budi, aku berubah menjadi manusia dan melakukan hal ini.” Jelas Otsuru, sementara Yosaku masih diam terpaku di tempatnya.
“Kalau begitu, sudah waktunya aku berpisah denganmu.” Lanjut Otsuru sambil bangkit dari posisinya.
“Maafkan aku, tolong jangan tinggalkan aku.” Pinta Yosaku. Otsuru tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya, wanita itu akhirnya kembali menjadi seekor bangau putih yang pernah Yosaku selamatkan. Kemudian, sang bangau mengepakkan sayapnya, segera terbang keluar dari rumah Yosaku menuju langit yang luas. Sang pria kayu bakar menyesali tindakannya, karena tidak dapat memenuhi pesan sederhana sang istri; Otsuru.