Oleh: Syf
Sore itu. Dia duduk di sebuah kursi yang tepat berada di samping kiri bingkai jendela. Hujan. Lebat sekali. Suasana yang mampu membuat siapa pun betah untuk berlama-lama memandanginya. Ditambah dengan hawa dingin yang bisa menyejukkan siapa saja.
Dia masih terlelap dalam lamunannya. Sesekali menengadahkan kepalanya dengan memainkan bola matanya ke kanan dan ke kiri. Terlihat, awan hitam yang masih menggumpal, menandakan bahwa hujan masih akan turun. Basah, sangat basah. Bukan teras rumah, bukan juga ayunan yang menggantung di ranting pohon di depan rumahnya. Tapi, air mata yang sudah membasahi pipi merahnya. Sesekali suara sesenggukan yang terdengar samar. Dia adalah Tita, gadis remaja yang sekarang merupakan salah satu siswa kelas 12 di SMA Negeri terbaik di Jakarta.
Kamarnya terlihat berserakan dengan kertas-kertas coretan yang berisi hitung-hitungan dan beberapa tumpukan buku. Ya, Tita merupakan gadis yang cerdas. Dia selalu menjadi juara kelas dan pernah memenangkan beberapa perlombaan di tingkat nasional dan juga internasional. Selain itu, Tita merupakan anak tunggal yang terlahir dari keluarga yang kaya raya, ayahnya merupakan pengusaha sukses dan ibunya merupakan seorang influencer yang hebat. Tita juga selalu terlihat ceria setiap bertemu orang lain. Kebanyakan orang memandang Tita sebagai gadis yang bahagia dan beruntung. Tapi, tidak ada yang tahu apa yang selama ini Tita alami dan rasakan.
Tita bukanlah anak yang dekat dengan orang tuanya. Dia jarang bertemu dengan mereka yang sibuk dengan urusan mereka sendiri. Sehingga, Tita tidak pernah bisa bercerita tentang perasaannya kepada orang tuanya. Orang tuanya termasuk orang idealis, mereka menuntut agar Tita selalu menjadi yang terbaik dalam artian dia tidak boleh gagal. Dengan sifat itu, Tita sering merasa tertekan. Bahkan sekarang, Tita diikutkan orang tuanya ke beberapa kursus, mulai dari bahasa Inggris, matematika, dan beberapa mata pelajaran lainnya. Orang tuanya menuntut Tita menjadi lulusan terbaik dan masuk ke universitas yang bergengsi di dunia. Setiap kali dia mengeluh, orang tuanya pasti marah. Akhirnya, Tita hanya diam dan mengikuti seluruh kemauan orang tuanya.
Dengan kesibukan-kesibukan yang dia miliki, Tita termasuk anak yang jarang bergaul sehingga dia memiliki sedikit sekali teman dan tidak ada teman dekat baginya. Dari pagi hingga pagi lagi, Tita selalu berurusan dengan buku-buku, kecuali saat dia beristirahat pada malam hari.
Semenjak beberapa bulan yang lalu, setiap kali dia melihat buku ataupun kertas, dia merasa mual. Hal ini karena Tita sudah merasa muak terhadap segala tuntutan orang tuanya. Dia selalu menangis jika hal itu terjadi. Tapi dia selalu berusaha memenuhi tuntutan dari orang tuanya. Selain itu, setiap bertemu orang lain, Tita juga selalu berusaha untuk terlihat bahagia. Dia sudah sering melakukan ini hingga terbiasa menutupi kesedihannya dengan senyuman.
Sampai suatu hari, ada hal aneh yang terjadi pada Tita. Tita lebih sering terlihat melamun, tertawa, bahkan menangis secara tiba-tiba. Hal ini membuat orang tuanya khawatir. Akhirnya Tita dibawa orang tuanya ke psikolog. Ternyata Tita mengalami depresi yang disebabkan dari tuntutan orang tuanya selama ini. Dia juga jarang mendapatkan perhatian orang tuanya sehingga hal ini bisa terjadi. Selain itu, ternyata Tita juga sudah mengonsumsi obat penenang dan obat tidur untuk mengendalikan dirinya. Akibatnya, sekarang Tita harus menjalani terapi kejiwaan. Hal tersebut membuat orang tua Tita menyesal atas apa yang telah mereka lakukan terhadap Tita.
Mungkin Tita adalah salah satu dari banyaknya orang yang selalu terlihat kuat dan bahagia. Tapi tak jarang dia bersembunyi atas kesedihannya. Bukan karena ingin selalu terlihat baik-baik saja. Tapi, karena dia tidak bisa membagikan perasaannya kepada siapa pun dan bahkan ke orang terdekatnya sekalipun. Karena baginya, yang mampu mengerti kondisi dirinya hanya dirinya sendiri.