Oleh: yangnulis
Sore ini alamku bersahabat sekali. Tak heran Ningrum dan anak-anak pun turut menghadang senja demi sentuhan kecil ombak yang sensasinya tiada tanding. Baru kali ini kutemui Ningrum di bibir pantai dan bersenang-senang dengan anak-anak kampung, biasanya ia selalu berurusan dengan sisik, sisik, dan sisik di setiap harinya. Maklum saja, ayah Ningrum adalah seorang nelayan dan ibunya membuka warung makan dekat dermaga.
Oh maaf, cerita ini tidak akan membahas tentang Ningrum. Ini ceritaku sendiri. Perkenalkan, namaku Doni. Sama seperti Ningrum, bapakku juga seorang nelayan. Jala, kapal, ikan, dan sisiknya menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak asing lagi. Aku adalah seorang guru di SMK pelayaran di dekat kampung. Benar, aku memang memilih jalan yang berbeda dengan bapakku. Namun rupanya kami tetap berjalan di medan yang sama, berhadapan dengan laut dan segala isinya.
Bapak adalah seorang nelayan yang cukup berpengaruh di desa kami. Di tahun politik begini, ia akan kerepotan karena sambangan beragam wajah calon-calon perwakilan legislatif yang ingin sumbangan suara dari warga setempat. Bapak pernah bilang padaku bahwa sebenarnya ia dan warga kampung sudah jengah mendengar uraian janji-janji yang katanya menguntungkan warga kampung setelah terpilh nanti. Ujung-ujungnya, mereka juga tidur di kursinya. Tak satupun suara kami didengar, tak satupun janji-janji yang pernah diumbar direalisasikan. Ya, kita berbaik sangka saja lah ya. Siapa tahu, mereka sudah menyampaikan suara kami namun ketika didiskusikan dalam rapat banyak yang tidak menyetujui. Ya, yang kami lakukan hanya berbaik sangka, berbaik sangka, dan berbaik sangka. Hahaha.
Bapak dan warga kini lebih memilih mengusung perwakilan yang berasal dari warga kampung. Dengan begitu, mereka akan dapat mengontrolnya dengan mudah. Dan tentu saja, suara warga yang sudah lama tak terindahkan, pada akhirnya akan sampai di gedung besar DPRD setempat. Bapak sebenarnya sedikit tidak peduli dengan capres dan cawapres negeri ini. Kata bapak, kalau mau jujur meskipun mereka adalah penentu kebijakan nomor wahid di negeri ini, akan percuma saja jika keluhan warga yang disampaikan melalui perwakilan rakyat setempat tak diindahkan.
Ya begitulah dengan berbagai pertimbangan, warga memilih mengusung Pak Sa sebagai perwakilan yang akan maju pada kontestasi pemilu legislatif tahun ini. Pengusungan satu perwakilan lokal tersebut telah terbukti ampuh di pemilihan sebelumnya. Kebutuhan warga untuk melaut seperti kapal dan jaring ikan terpenuhi, karena perwakilan yang mereka usung benar-benar bekerja sesuai janji. Suara warga didengar dan direalisasikan. Benar aku mengingatnya dulu, aku dan teman-teman ikut mencoba naik kapal baru milik warga kampung. Kapal berwarna merah tersebut cukup besar untuk menampung kami waktu itu. Tak hanya itu, kapal juga dapat menampung lebih banyak hasil tangkapan sehingga keuntungan warga melimpah.
Ah sudahlah. Sepertinya aku sudah terlalu panjang menuliskan cerita ini. Aku juga sudah memilih untuk tidak ingin terlalu berurusan dengan pengusungan Pak Sa sebagai caleg. Di sisi lain, aku juga lelah dengan caleg-caleg lain yang berkunjung dengan segala wacana klasiknya. Siapapun yang terpilih nanti, semoga tetap amanah dan mengutamakan segala kepentingan rakyat. Warga kampung akan sejahtera dengan dunia persisikan yang telah mereka putuskan menjadi jalan hidup mereka sejak dulu kala, mengisi penuh pundi-pundi penghasilan demi masa depan yang lebih layak.