Oleh: Garsy
Hey, namaku Akhtar. Aku adalah mahasiswa biasa-biasa saja yang hidup di kontrakan sederhana dengan pakaian yang bersahaja pula. Bisa dibilang kehidupanku sangat tidak menarik untuk disorot layaknya pemeran tokoh utama dalam sebuah film maupun novel remaja. Di kampus ini aku hanya mengikuti satu organisasi untuk mengisi waktu luangku saja dan menjadi penghuni sekret termasuk dalam rutinitas kejenuhanku sehari-hari. Biasanya aku streaming di internet mengenai kajian yang membahas tentang jomblo fisabilillah, ya karena memang di semester yang tak lagi muda ini sangat wajar bila aku tertarik untuk menontonnya dan mungkin kalian juga. Namun kehidupan biasa-biasa ini tak kusangka akan menjadi istimewa dan menggetarkan jiwa ketika si lesung pipit itu singgah. Yah… namanya adalah Adara. Dialah yang membuatku tahu seperti apa rasanya menjadi pemeran tokoh utama dalam sebuah alur cerita pendek bersejarah.
“Akhtar,” sapa Ryan sambil mengintip dan menampakkan setengah badannya pada pintu sekret yang terletak tidak jauh dari musholla.
“Apa?” jawabku singkat dengan sedikit mengerutkan dahi karena merasa terganggu akan kedatangannya.
Ryan langsung memasuki sekret dengan langkah lebar dan terburu-buru sambil membawa tas ransel dan beberapa berkas di tangan kirinya. “Ngapain lu, streaming kajian lagi?” sahut Ryan sambil menepukkan berkas yang dibawanya ke arah pundakku.
“Iya, biasa. Kenapa lu mau izin gak piket lagi? Nenekmu sakit? Adik bungsumu minta jemput? Atau pacarmu pengen main ayunan berdua sambil makan ice cream rasa vanilla?” jawabku sambil melihat ke arah monitor laptop yang sedang memutar video kajian bertajuk cinta dalam diam.
“Ngahaha bisa aja lu tar. Bukan rasa vanilla, si doi kan sukanya rasa vanilla oreo. By the way, nanti kan bakalan ada perwakilan dari lembaga sebelah yang mau mampir ke sini nih. Lu masih di sini sampai jam 4 sore kan? Sambut mereka ya… Mau kasih surat aja mereka tuh. Oke oke!”
“Huft!” aku menghela napas sejenak dan langsung berkata kepadanya. “Emangnya lu sekarang mau ke mana?”
“Anu, si doi minta ditemenin buat lihat dinosaurus. Jadi ane tinggal dulu ya Pak Ustadz, see you tomorrow!” balas Ryan sambil melambaikan tangan kiri yang dipenuhi berkas dan menuju ke arah pintu sekret dengan langkah yang lebih lebar dari langkah awal ketika ia memasuki sekret.
*****
Tok! Tok! Tok! Suara pintu sekret yang terketuk dengan sangat lembut, seolah aku sudah tahu bahwasanya yang datang pasti bukanlah lelaki namun seorang wanita. “Assalamu’alaikum…” terdengar lebih rendah dari sopran, ya mezzo sopran.
“Wa’alaikumussalam…” sesegera mungkin aku berdiri dari zona nyaman dan bergegas menuju pintu sekret yang masih terbuka di sore hari. “Ada yang bisa saya bantu?” sahutku kembali.
“Mas Akhtar? Ini ada titipan surat dari ketua lembaga saya,” balasnya sambil memberikan surat tipis berwarna putih dengan tangan mungil dan sedikit senyuman. “Terima kasih… Emm,” sebelum aku melanjutkan kalimatku ia menyahut dengan lugas, “Ah! Adara, panggil saja Adara”.
Tanpa sadar aku sedikit tersenyum mendengar namanya, lalu ku lanjutkan kalimatku yang sempat terpotong sebelumnya. “Terima kasih Adara,” kugerakkan tanganku ke arah surat putih itu sambil melihat lesung pipit yang ditunjukkan melalui senyuman manis di wajahnya. Entah mengapa hal kecil itu membuatku tertarik padanya. Apakah ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan lesung pipit? Oh God… Dan kenapa sekarang aku berbicara dengan diriku sendiri. Astaghfirullah… Aku pun beristighfar di dalam hati.
Selang kurang lebih 5 menit kita berbasa-basi di tengah pintu sekret tanpa duduk dan tanpa minum tentunya. Tak lama kemudian si lesung pipit, I mean… Adara berpamitan untuk segera pulang karena langit sudah mulai berwarna jingga pertanda petang akan segera tiba. Aku pun ingin bergegas pulang dan mengunci pintu sekret dengan gembok kecil yang terpasang lengkap beserta kode rahasianya. Yah, karena memang akhir-akhir ini peristiwa kemalingan sering kali terjadi di wilayah gedung khusus kelembagaan ini. Jadi mau tidak mau kita juga harus meningkatkan pengamanan untuk melindungi sekret dan barang-barang berharga di dalamnya, pasti ada juga barang yang tidak terlalu berharga seperti sarung yang sudah berapa tahun lamanya tidak tercuci namun tetap dijamah oleh para penghuni sekret.
*****
Setelah pertemuan pertamaku dengan Adara, aku jadi lebih sering berjumpa dengannya. Kadang kala kami bertemu di kantin, gazebo, lorong jalan, ruang baca hingga di depan toilet pun kami pernah berpapasan. Wow!! Yeah~ entahlah mengapa hal ini bisa terjadi, mungkin ini hanyalah sebuah kebetulan atau memang karena sudah ditakdirkan. Adara selalu menyapaku entah itu dengan sebuah senyuman lesung pipitnya, anggukkan lucunya, sapaan namaku dengan ada kata “Mas,” di depannya. Tentu aku juga merespon kehadirannya dengan perlakuan yang sama, hingga terkadang aku merasa besar kepala dan GR atau gedhe rasa.
“Akhtar! Akhtar! Akhtar!” Ryan mengejutkan lamunan sesaatku dengan suaranya yang menggema pada seluruh ruang sekret.
“Ryan, kau bisa membangunkan semua nyamuk gazebo yang sedang tidur siang,” jawabku seakan mengibaratkan bahwa ia tak perlu menyapaku dengan nada setegas itu.
“Hey Brother! Masih sok-sokan berlagak polos ya lu. Permainan yang bagus di belakang sana hahaha,” balas Ryan tidak menghiraukan kicauan nyamukku tadi sembari memakan roti berisi selai kacang yang ia beli di kantin.
“Permainan apaan sih, orang dari tadi kagak main. Dengerin kajian bertajuk halalkan atau tinggalkan nih dari tadi,” aku menggerakkan mouse dan melihat ke arah monitor, sesekali tanganku meraih roti selai kacang milik Ryan.
“Itu si Adara adik tingkat kita lu apain, mantaplah halalin deh!”
Ryan terus menggodaku dengan si lesung pipit dan terus mendesakku untuk mengutarakan niatan baikku yang ingin mengkhitbah Adara. Sebenarnya Ryan ini memang aku akui sohib yang paling mendukung dan men-support setiap langkah kehidupanku, mesikupun memang terkadang ia sedikit menyebalkan dan terlalu frontal mengutarakan pendapat namun itulah mengapa aku menyukainya karena kejujuran hati yang dimiliki.
*****
Selang beberapa tahun kemudian aku datang ke rumah Adara dengan bantuan sohibku Ryan dan keluargaku tentunya rencana matang sudah siap disajikan.
Di ruang tamu yang terlihat sangat asri itu nampaklah sosok Adara, adik laki-lakinya, dan kedua orang tuanya. Adara yang saat itu sedang memakai sweater berwarna grey ala-ala gadis korea sangat mempesona dengan rambut hitam yang tergelung di atas seperti pucuk ice cream rasa coffee susu.
“Assalamu’alaikum Pak, nama saya Akhtar. Jadi maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk mengkhitbah anak Bapak yaitu Adara,” kalimatku terlontar dengan perasaan yang campur aduk tak bisa terjelaskan.
Saat itu Adara berusia 23 tahun. Sebentar lagi akan wisuda dan mendapatkan gelar S.Pd sedangkan aku sekarang sudah sukses dengan bisnis ice cream yang kujalankan dengan Ryan. Awalnya kami hanyalah iseng belaka dengan modal seadanya tidak disangka menjadi lumer kemana-mana.
“Wa’alaikumussalam nak Akhtar… Keren juga ya. Alhamdulillah kalau saya sih yes, bagaimana nduk Adara?” respon yang positif dari Ayahanda Adara membuatku sedikit lega namun tetap berdebar menanti jawaban Adara si lesung pipit.
Kemudian Adara tersipu malu dan hanya menunjukkan senyuman tipis dengan menampakkan sedikit lesung pipitnya. Ia menundukkan kepalanya sembari berkata, “Yes, I do. Mas Akhtar…”
Yeah! Inilah takdir pemeran tokoh utama dan si lesung pipit, gumamku dalam hati yang kini berbunga like a cherry blossom.
*****