
Pelaksanaan PK2MABA, tak terkecuali PK2MABA 2015, akan selalu dibarengi dengan kerjasama dari pihak dosen. Seperti yang disampaikan dalam open talk yang lalu, bahwasanya semua acara yang melibatkan mahasiswa baru dalam konteks pembinaan wajib dipertanggungjawabkan oleh pihak dekanat, sesuai dengan apa yang telah terlampir dalam SK Rektor nomor 9 tahun 2015 dan Peraturan Dirjen Dikti. Selain itu SK Rektor juga mengatakan bahwa setelah pelaksanaan PK2MU BRAWIJAYA, tidak ada kegiatan pembinaan mahasiswa baru kecuali atas persetujuan dekan atau ketua program terlebih dahulu.
Sutrisno sebagai Ketua Program PTIIK memberikan kebijakan bahwa dosen juga harus terlibat dalam pelaksanaan PK2MABA, tapi konteksnya adalah bekerja sama dengan panitia dan tidak melakukan intervensi terhadap panitia yang dibentuk oleh BEMTIIK. Sayangnya kebijakan ini sempat memicu permasalahan karena sebelum pelaksanaan PK2MABA 2015, beberapa dosen sempat menerapkan peraturan yang melarang atau membatasi lingkup gerak panitia PK2MABA.
Di sisi lain, pengunduran acara Student Day yang merupakan salah satu kegiatan dalam PK2 FILKOM juga menjadi poin penting dalam permasalahan UU ini. Adanya miskomunikasi antara panitia PK2MABA 2015 dengan pihak dosen yang bertanggung jawab akan pelaksanaan PK2MABA menjadi faktor utama pengunduran acara tersebut. Ketua Pelaksana PK2 dan StartUp 4GLTE MABA FILKOM 2015, Ahmad Baihaqy, mengklaim Student Day tertunda karena pihak BEM yang lambat berkoordinasi dengan birokrat. “Seharusnya pihak lembaga (BEM, red) ini memberikan jalan untuk kita (panitia, red) berkomunikasi juga terhadap pihak yang terkait (dosen, red),” ucapnya. “Tanggal 8 September kemarin sudah terlaksanakan, tidak ada yang namanya pengunduran jadwal,” imbuhnya.
UU Probinmaba sejatinya dibuat demi memperjelas alur Probinmaba, mulai dari siapa panitia, siapa pembuat konsep, dan siapa penanggungjawabnya. Di dalam UU baru tersebut disebutkan bahwa keseluruhan acara akan dijalankan oleh mahasiswa. Namun sayang hal tersebut sebenarnya tidak bisa dilakukan. Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan, Edy Santoso menyatakan bahwa UU tersebut tidak bisa dilaksanakan karena bertentangan dengan Keputusan Dirjen Dikti Nomor 25/DIKTI/Kep/2014 yang menyatakan bahwa wewenang untuk memimpin ospek hanyalah dari dosen dengan mahasiswa seniornya sebagai bagian dari kepanitiaan saja. Hal ini tentu berlawanan dengan isi dari UU Probinmaba buatan DPM, salah satunya seperti pada Bab II pasal 4 ayat 2 yang berbunyi “Penanggung jawab Probinmaba PTIIK adalah DPM TIIK, Presiden BEM TIIK, serta Kementerian terkait”. Tak hanya itu, hal ini juga bertentangan dengan Bab V Pasal 7 yang berbunyi “Alat kelengkapan Probinmaba PTIIK meliputi 1. Penanggung Jawab 2. Steering Committee (SC) 3. Organizing Committee (OC) 4. Peserta” dimana SC dan OC berasal dari mahasiswa saja.
Seakan mengabaikan UU yang dibuat sendiri, koordinator DPM FILKOM UB Andy Jaya menyatakan bahwa pemimpin tertinggi sekaligus penanggung jawab setiap kegiatan yang berhubungan dengan instansi adalah yang menduduki jabatan tertinggi dalam instansi tersebut, dalam hal ini adalah Sutrisno. Lalu beliau akan menunjuk Wakil Ketua III yaitu Edy Santoso sebagai pengarah Probinmaba. Kemudian dilanjutkan ke wakilnya, begitu terus sampai ke pihak mahasiswa yang biasa disebut Steering Committee (SC). “Untuk selanjutnya SC menunjuk Ahmad Baihaqy sebagai ketua pelaksana setelah melewati berbagai proses,” tutur Andy. Andy juga menyebutkan bahwa berbagai macam konsep harus diintegrasikan terlebih dahulu dengan dosen. Sampai pada pelaksanaan Probinmaba pun melibatkan salah satu dosen yaitu Aswin Suharsono sebagai perantara antara mahasiwa dengan dosen. Hal yang aneh jika kita melihat UU Probinmaba buatan DPM yang tidak menyebutkan satupun kata dosen di dalamnya.
Berdasarkan hal tersebut, Edy Santoso tetap berharap seluruh panitia dapat membuat Probinmaba ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. “Kita sebenarnya ingin mengajak temen-temen juga untuk segera bisa ini, dengan kerjasama yang baik, tidak ada yang ditutup-tutupi, kemudian menangani mahasiswa dengan baik,” ujarnya. Beliau juga mengusulkan untuk Probinmaba yang selanjutnya dapat di konsep seperti di negara-negara maju. “Namanya berinovasi itu banyak pertimbangan. Pro-kontra itu suatu hal yang biasa. Ya moga-moga lebih lanjut dikonsep seperti yang negara-negara maju terapkan itu bisa diterapkan di PTIIK (FILKOM,red),” tambahnya.
Di Universitas Brawijaya rangkaian acara Probinmaba masih berlangsung hingga saat ini, namun seluruh wewenang acara diserahkan kepada pihak fakultas masing-masing. “Sebenarnya Probinmaba itu secara SK sudah tidak ada. Yang ada itu adalah PK2MABA dan Krida Mahasiswa. Tapi Krida Mahasiswa tidak dikhususkan untuk mahasiswa baru. Jadi, adanya pembinaan mahasiswa baru padahal secara aturan yang lebih tinggi (Dikti dan Rektor) itu sudah nggak ada. Kalau di FILKOM sendiri otomatis yang bertanggung jawab adalah ketua program. Kalau dari pimpinan (Sutrisno, red) bisa dibantu dosen, karyawan, dan mahasiswa. Jadi memang berusaha mengarahkan kesitu,” ungkap Edy.
Konsep Probinmaba di FILKOM sendiri telah diadopsi oleh Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan (FPIK). “Konsep kita kan diadopsi perikanan. Jadi krida nggak ada yang pake hitam putih, bebas. Malah pada saat PK2MABA, mereka pake batik. Terus nggak ada teriak-teriak. Nggak ada tegang-tegang juga. Mereka untuk menyambut adek-adeknya baik. Terus ada kesulitan apa-apa dibantu. Padahal konsepnya dari sini. Mereka pernah studi banding disini,” ungkapnya lagi.
Seperti yang tertulis pada buletin TAKTIS edisi Juni 2015 Minggu ke-3, sejatinya UU Probinmaba dibuat dengan tujuan mengembalikan Probinmaba ke tangan mahasiswa. Namun, dalam penerapannya tetap harus tunduk pada Keputusan Dirjen Dikti Nomor 25/DIKTI/Kep/2014. BEM sendiri mengaku tidak menutup mata atau masa bodoh dengan adanya surat keputusan tersebut. Baihaqy menegaskan yang perlu kita ketahui bukan UU DPM, tapi GBHK yang dibuat ketika MKBMTIIK. “Itu yang belum terlaksana,” ujar Baihaqy. Isi GBHK yang dimaksud itu sendiri terdapat pada Bab III Pedoman Pelaksanaan pasal 8 ayat 8 butir a dan b yang berbunyi “BEM TIIK melaksanakan program kegiatan aspek kaderisasi yang dinamakan Probinmaba dengan ketentuan sebagai berikut:
- PROBINMABA dilaksanakan dengan jangka waktu 1 semester di semester awal Mahasiswa Baru setelah PK2MU.
- BEM TIIK bertanggung jawab atas Probinmaba yang dilaksanakan di tingkat fakultas.“
Pada akhirnya, kinerja serta kredibilitas DPM patut dipertanyakan, terlebih setelah keluarnya UU Probinmaba tersebut. Selain itu Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan, Edy Santoso, juga menyatakan serta menegaskan bahwa dalam perancangan UU harus memperhatikan peraturan yang lebih tinggi terlebih dahulu. “Kalau Perpu mestinya tidak melanggar yang lebih tinggi. Sebelum membuat Perpu mestinya itu mengacu pada aturan-aturan yang lebih tinggi. Kalau nggak mengikuti aturan yang lebih tinggi berarti itu bukan organisasi di bawah fakultas. Kalau mau bikin aturan mestinya dicek aturan yang lebih tinggi baik dari fakultas, rektorat, ataupun Dikti,” ujar Edy yang menyayangkan UU yang telah disahkan tersebut. Bercermin dari kasus tersebut, apakah DPM benar-benar memegang peranan penting dalam fungsi legislatif FILKOM ? Sesuaikah hal ini dengan pernyataan yang terpampang nyata di website resminya itu?