DISPLAY – Pada saat berkunjung ke tempat umum seperti salon dan kafe, sering terdengar musik latar sebagai pemeriah suasana tempat tersebut. Terlepas dari biaya operasional, umumnya pemutaran musik tersebut tidak memakan biaya. Namun hal ini berubah sejak Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik ditandatangani oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada Selasa (30/3) lalu.
Peraturan ini dibentuk dengan dasar keperluan akan perlindungan serta kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait terhadap ekonomi suatu lagu dan/atau musik. Selain itu juga dibutuhkan pengoptimalan pengelolaan royalti hak cipta produk tersebut.
Salah satu topik pembahasan dalam peraturan ini yaitu tata cara pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Tertulis pada Pasal 9 Ayat (1), “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN.” Sementara itu menurut Pasal 1 Ayat (11), LMKN yang kerap disebut dalam PP ini adalah lembaga bantu pemerintah nonAPBN yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait suatu lagu dan/atau musik.
Menteri terlebih dahulu melakukan pencatatan lagu dan/atau musik berdasarkan permintaan pihak pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, maupun kuasa dari suatu lagu dan/atau musik untuk dimasukkan ke dalam daftar umum ciptaan. Daftar ini nantinya akan dimasukan ke pusat data lagu dan/atau musik dengan informasi seputar pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, hak cipta, serta hak terkait yang dapat bersumber dari e-hak cipta. Berdasarkan informasi ini, LMKN bertanggung jawab melakukan penarikan royalti terhadap pemegang layanan publik yang secara komersial menggunakan lagu dan/atau musik yang dimaksud. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat (2), penarikan royalti berlaku kepada layanan publik seperti seminar dan konferensi komersial, bioskop, konser musik, kafe, dan lain-lain. Setelah dihimpun, royalti digunakan untuk dana operasional, dana cadangan, serta didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK.
Mengikuti disahkannya PP tersebut, LMKN telah mengeluarkan besaran tarif royalti pada situs resmi LMKN. Dikutip dari situs web resmi LKMN, dapat dilihat bahwa royalti untuk restoran dan kafe sebesar Rp 60.000,00 tiap kursi per tahunnya untuk royalti pencipta maupun hak terkait, seminar dan konferensi komersial sebesar Rp 500.000,00 per hari pelaksanaannya, dan lain sebagainya. Dikutip dari kompas.com, menurut Komisioner LMKN, Marulam Juniasi Hutauruk, telah tercatat beberapa pihak layanan publik yang rutin membayar royalti. Diantaranya yaitu kafe, restoran, Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi (Aperki), pertokoan, transportasi udara, dan penyiaran televisi. (una)