DISPLAY-Awal Oktober lalu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan yang kontroversial dalam pidatonya. Dikutip dari CNNIndonesia.com, pernyataan tersebut dinilai menyudutkan Islam karena menyatakan tentang adanya ancaman dari kelompok radikal Muslim yang berniat untuk mengubah nilai liberalisme dan sekularisme yang telah ada di Prancis. Tidak berselang lama setelah pernyataannya tersebut, terjadi sebuah tragedi pembunuhan seorang guru sejarah di Prancis bernama Samuel Paty (47) oleh seorang pemuda yang berasal dari Chechnya bernama Abdoullakh Abouyezidovitch (18). Hal tersebut dipicu oleh pembahasan mengenai karikatur Nabi Muhammad yang dilakukan di dalam kelas. Setelah kejadian itu, Macron menyatakan pelaku pembunuhan tersebut adalah seorang radikal Muslim dan langsung memerintahkan aparat keamanan untuk mengawasi beberapa organisasi masyarakat Muslim. Macron beralasan, ia tidak membenarkan apa pun tindak kekerasan dan membela hak kebebasan berekspresi.

Tidak sampai di situ, Presiden yang menjabat sejak tahun 2017 itu juga mengeluarkan pernyataan bahwa Islam merupakan “agama yang mengalami krisis di seluruh dunia”. Macron kemudian berencana untuk mengeluarkan rancangan undang-undang (RUU) yang akan memperkuat Undang-Undang Prancis tahun 1905, yaitu peraturan yang mengawali sekularisme  yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.

Dikutip dari  Aljazeera, berkat pernyataan tersebut, dunia maya diramaikan dengan adanya tagar #BoycottFrechProducts dan #NeverTheProphet yang ramai di beberapa negara yaitu Kuwait, Qatar, Palestina, Mesir, Aljazair, Yordania, Arab Saudi, serta Turki. Buntutnya, beberapa negara mengeluarkan seluruh produk asal Prancis dari supermarketnya. Seperti yang dilakukan Kuwait, Ketua serta Anggota Dewan Direksi Al-Naeem Cooperative Society mengeluarkan seluruh barang dagangannya dari rak supermarket. Hal serupa juga dilakukan  oleh perusahaan Wajbah Dairy yang berada di Qatar, dengan mengeluarkan pemberitahuannya  di Twitter. 

Negara seperti Bangladesh pun melakukan demonstrasi turun ke jalan. Diperkirakan sebanyak 40 ribu orang turun dalam aksi yang terorganisasi oleh partai Islam terbesar di Bangladesh, Islami Andolan Bangladesh. Tuntutan dalam aksi tersebut adalah memboikot produk Prancis serta menyerukan agar Presiden Macron dihukum. Dikutip dari Republika, Dewan Tinggi Negara Libya menyerukan untuk menghentikan hubungan ekonomi dengan perusahaan asal Prancis serta membatalkan kontrak total dengan Prancis untuk pengoperasian ladang minyak Waha Marathon. Indonesia pun tak tinggal diam, dikutip dari detik.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa berkat pernyataan dari Presiden Prancis tersebut, maka pemboikotan produk asal Prancis dapat dilakukan. (ri)