DISPLAY – Januari lalu, RUU Omnibus Law Cipta Kerja ramai dibicarakan. Pasalnya, beberapa kluster menuai kontroversi dikarenakan kontennya yang memberatkan berbagai pihak. Salah satunya ialah klaster Ketenagakerjaan, yang merugikan pihak buruh. Oleh karena itu, banyak demo dan aksi yang telah dilaksanakan buruh untuk menolak rancangan perundang-undangan ini. Namun tahukan Anda, bahwa aksi ini bukan aksi pertama yang dilakukan kaum buruh untuk membela hak mereka?
Dilansir dari website Marxists, pada awal abad 19, terjadi pemogokan kerja oleh para buruh Cordwainers. Kasus ini dibawa ke pengadilan dan sebuah fakta terungkap bahwa para pekerja dipekerjakan selama 19 hingga 20 jam per harinya. Hal ini mulai mendorong kaum buruh lainnya untuk berjuang menuntut pengurangan jam kerja. Dikutip dari koranperdjoeangan, pada 1872, lebih dari 100 ribu pekerja melakukan aksi mogok kerja dan berdemonstrasi menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam.
Pada 1881, mulai terbentuk berbagai serikat buruh yang bekerjasama pada 5 September 1882 di bawah komando organisasi besar Knights of Labor dan Federation of Organized Trades and Labor Unions (FOTLU). Gerakan ini menuntut 8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi. FOTLU membawa gagasan 8 jam kerja ke kongres internasional 1884, terinspirasi oleh gerakan tahun 1872 di Kanada yang pertama memunculkan gagasan tersebut.
Dilansir dari Merdeka, pada 1 Mei 1886, demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh sekitar 400 ribu buruh di Amerika Serikat untuk menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam per hari. Dalam 2 hari setelahnya, aksi tersebut belum juga surut sehingga pemerintah memutuskan untuk mengirim polisi agar menghentikan aksi tersebut. Namun, polisi bertindak agresif. Para pemogok ditembaki hingga terdapat beberapa korban jiwa dan banyak yang terluka. Kejadian ini memotivasi para buruh untuk membalas perlakuan represif polisi dengan melangsungkan sebuah aksi demonstrasi pada 4 Mei 1886 di Haymarket Square.
Demonstrasi 4 Mei berlangsung damai pada awalnya, hingga para polisi kembali menyerang kaum buruh. Tanpa peringatan, sebuah bom dilemparkan oleh pihak tak dikenal ke dalam kerumunan tersebut dan menewaskan seorang sersan. Terjadilah kerusuhan antara buruh dan polisi yang menewaskan 7 polisi dan 4 buruh. Para pemimpin gerakan ini ditangkap lalu dihukum mati, dan para buruh yang terjatuh diberi julukan martir.
Pada 14 Juli 1889, para pemimpin aksi proletariat terorganisasi dari berbagai negara berkumpul di Paris untuk membentuk organisasi internasional buruh berdasarkan bentukan sebelumnya oleh Karl Marx. Kongres ini memutuskan untuk mengatur demonstrasi internasional sehingga di seluruh negara, dalam satu hari yang telah disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, serta melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Paris. Karena demonstrasi besar yang telah berlangsung pada 1 Mei, maka sejak 1890, tanggal 1 Mei diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day. (una)