DISPLAY – Dilansir dari situs Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, stunting adalah keadaan kurang gizi kronis karena masalah yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam kurun waktu yang lama. Keadaan tersebut menyebabkan pertumbuhan anak terganggu, misalnya tinggi anak yang lebih rendah atau kerdil dari standar usianya. Berdasarkan buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan tentang stunting di Indonesia yang dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat dan Sekretariat Percepatan Perbaikan Gizi, anak termasuk dalam kondisi stunting pada usia 0-59 bulan, dengan tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, angka stunting di Indonesia mencapai 37,2%. Sedangkan pada tahun 2017, angka tersebut menurun sampai pada angka 29,6%. Hasil riset tersebut didapatkan berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) yang diambil setiap tahunnya. Berdasarkan ketetapan dari WHO, negara mencapai tingkat krisis apabila nilai stuntingnya mencapai angka lebih dari 15%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih mencapai tingkat krisis di dunia.

Perlu diingat, stunting bukanlah penyakit genetik, melainkan masalah kurangnya nutrisi serta faktor lingkungan. Utamanya, ketika anak mendapat asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang infeksi, serta berat badan lahir rendah. Disunting dari halodoc.com, stunting dapat terjadi semenjak anak dalam kandungan. Bahkan menurut WHO, 20% kejadian stunting terjadi sejak bayi masih dalam kandungan. Dalam keadaan tersebut, anak menerima asupan gizi buruk dan kurang berkualitas sejak dalam kandungan.

Dari permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nutrisi menjadi salah satu faktor terpenting dalam mengatasi permasalahan kesehatan ini. Asupan gizi yang memadai menjadi keharusan bagi para ibu hamil. Jika tidak, hal ini berpotensi menyebabkan rendahnya kualitas kelahiran, termasuk bayi dengan berat badan rendah sehingga proses pertumbuhannya dapat terhambat.

Dilansir dari kompas.com, Ketua Umum Pergizi Pangan Profesor Hardiasyah menyebutkan bahwa penanganan stunting dipengaruhi secara luas oleh konsumsi susu. Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014, susu masuk dalam kelompok lauk-pauk dan menjadi sumber protein yang besar.

Salah satu Ahli Gizi, Dr. Marudut Sitompul, MPS, pun turut menyebutkan bahwa susu merupakan pelengkap zat gizi yang dibutuhkan bagi manusia. Kandungan seperti mineral, protein, lemak, vitamin, dan lain-lain dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh anak yang terkena stunting. (dc, uv)