Dalam era teknologi modern yang terus berkembang, pemahaman tentang interaksi kompleks antara Matahari dan Bumi menjadi semakin penting. Fenomena geomagnetik atau badai matahari adalah salah satu contoh signifikan dari hubungan ini, yang telah menarik perhatian ilmuwan dan praktisi teknologi selama beberapa dekade terakhir. Melalui aktivitas magnetis dan energi yang dipancarkan, Matahari dapat menciptakan badai matahari yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan serius pada infrastruktur dan sistem teknologi Bumi.
Badai matahari merupakan hasil dari lonjakan pelepasan energi yang terjadi melalui titik-titik tertentu di permukaan matahari. Hal ini terjadi karena gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian permukaan dan interior matahari. Karena ketidakseragaman kecepatan rotasi tersebut membuat garis gaya magnetik matahari dapat saling berbelit dan membentuk busur yang menjulur keluar dan fotosfer. Kemudian pada akhirnya, busur-busur tersebut akan memerangkap plasma matahari yang pada suatu saat akan terputus dan menyebabkan terjadinya badai matahari.
Badai matahari terbesar tercatat pernah terjadi di Bumi pada 2 September 1895 atau dikenal sebagai Peristiwa Carrington yang menimbulkan dampak yang luar biasa pada bumi, yaitu gangguan listrik seluruh dunia, kompas laut tidak berfungsi, dan hilangnya jaringan telegraf seluruh dunia.
Ada dua penyebab dari terjadinya badai matahari, yaitu :
- Siklus Matahari
Matahari mengalami siklus aktivitas yang tinggi dan rendah selama 11 tahun yang disebut dengan siklus matahari. Ketika siklus matahari mencapai puncaknya matahari menjadi lebih aktif dan lebih sering melepaskan badai matahari. Sebaliknya, ketika siklus matahari mencapai titik terendahnya, matahari menjadi lebih tenang dan jarang melepaskan badai matahari. Siklus matahari ini dipengaruhi oleh proses internal matahari yang menciptakan medan magnetnya.
- Ledakan Matahari
Ledakan matahari adalah ledakan besar di atmosfer matahari yang disebabkan oleh kusutnya, bersilangnya, atau reorganisasi garis-garis medan magnet. Ketika partikel-partikel dari matahari mencapai bumi yang bisa menyebabkan gangguan pada medan magnet bumi, terjadi peristiwa badai geomagnetik.
Ketika badai matahari menghantam bumi, dampaknya dapat terjadi dengan cepat, terutama bagi sistem-sistem teknologi yang rentan terhadap gangguan dari partikel bermuatan dan perubahan magnetik. Badai ini berpotensi memengaruhi sistem komunikasi dan navigasi bumi. Jika badai matahari tersebut masuk kategori ekstrem, maka dapat memengaruhi jaringan internet di bumi dan juga dapat menyebabkan pemadaman listrik, kegagalan satelit dan masih banyak lagi. Akan tetapi, jangka waktu terjadinya badai matahari relatif singkat, mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Fenomena badai matahari diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2024. Fenomena ini disebut menjadi badai terkuat dibanding dengan tahun 2017 silam. Dampak dari badai matahari ini juga akan terasa di seluruh negara, salah satunya Indonesia.
Peneliti Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Johan Muhammad, menjelaskan bahwa di Indonesia fenomena badai matahari tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti sekitar Kutub Utara. Hal ini dikarenakan letak indonesia yang berada di khatulistiwa. Namun meski demikian, bukan berarti Indonesia tidak terkena dampak dari badai matahari. Cuaca antariksa akan berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit.
Selain itu, karena ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, maka gangguan pada satelit dan jaringan listrik di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa tentunya secara tidak langsung akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat di Indonesia.
Aktivitas manusia di era modern sangat bergantung pada infrastruktur listrik dan infrastruktur yang berada di Low Earth Orbit (LEO) atau Orbit Bumi Rendah. Di orbit tersebut, terdapat banyak satelit komunikasi, stasiun luar angkasa internasional, dan armada satelit GPS. Jika jaringan listrik terganggu, komputer akan mati dan semua bentuk perdagangan serta komunikasi elektronik berhenti. Oleh karena alasan tersebut, aktivitas badai matahari dianggap sebagai bahaya yang serius, dan mitigasi masalah ini menjadi prioritas.
Para ilmuwan dari Universitas Harvard mengusulkan solusi inovatif untuk mengatasi ancaman badai matahari terhadap infrastruktur teknologi Bumi. Mereka merekomendasikan pembangunan perisai magnetik raksasa di orbit Bumi untuk melindungi jaringan listrik, satelit komunikasi, dan infrastruktur penting lainnya dari dampak buruk badai matahari. Perisai ini akan ditempatkan di titik Lagrange Bumi-Matahari 1, di mana dapat membelokkan partikel bermuatan dan membentuk lapisan perlindungan yang efektif.
Meskipun memerlukan biaya dan waktu yang signifikan, para ilmuwan optimis bahwa proyek pembangunan perisai ini dapat direalisasikan sebelum akhir abad ke-21, dengan potensi menghemat kerugian ekonomi yang jauh lebih besar akibat badai matahari.